Opini

Sekolah Islam, antara yang Elite dan Ekonomi Sulit

×

Sekolah Islam, antara yang Elite dan Ekonomi Sulit

Sebarkan artikel ini
Sekolah Islam elite berbayar mahal tidak jarang menolak murid, sedangkan sekolah ekonomi sulit bisa kekurangan peserta didik karena meskipun berbayar murah.
Salah satu gedung sekolah swasta

Sekolah Islam elite berbayar mahal tidak jarang menolak murid. Sedangkan sekolah ekonomi sulit bisa kekurangan peserta didik meskipun berbayar murah.

Tagar.co – Tahun pelajaran baru 2024/2025 telah dimulai. Tampak wajah-wajah sumringah para orang tua dan siswa yang mendapat sekolah sesuai keinginan. 

Beberapa pekan sebelumnya, hampir di seluruh Indonesia diliputi rasa tegang para orang tua dan peserta didik yang berburu sekolah negeri. Perburuan kursi di sekolah-sekolah negeri apalagi yang berlabel “favorit” kerap dibumbui isu kurang sedap, jalur orang dalam, zonasi yang tidak sesuai dan sebagainya. 

Sekolah negeri favorit menjadi incaran banyak orang tua karena dianggap murah dan fasilitas memadai. Kisah yang terus berulang setiap tahun disebabkan minimnya ketersediaan anggaran negara untuk pendidikan murah yang berkualitas. 

Sekolah Islam yang berstatus negeri pun setali tiga uang. Madrasah ibtidaiah, tsanawiah, hingga aliyah yang berkualitas jumlahnya terbatas. Beruntung ada pihak swasta dari kalangan pengusaha, perusahaan dan ormas agama yang peduli pendidikan ikut berpartisipasi mendirikan sekolah-sekolah.

Baca juga: Dokter Indonesia Waras untuk Indonesia Emas

Beragam Kualitas Swasta

Kualitas sekolah-sekolah swasta sangat beragam. Ada yang masuk kategori elite dan favorit. Lebih banyak berstatus ekonomi sulit yang bertahan membantu memberi akses pendidikan terjangkau bagi kaum duafa. 

Kondisi di lapangan sungguh bertolak belakang antara sekolah swasta elite dengan ekonomi sulit termasuk yang berlabel sekolah Islam. Sekolah Islam elite berbayar mahal tidak jarang menolak murid, sedangkan sekolah ekonomi sulit bisa kekurangan peserta didik karena meskipun berbayar murah tetapi kesadaran masyarakat di sekitarnya akan pentingnya pendidikan masih rendah. 

Beberapa kelompok masyarakat masih berhitung antara kebutuhan hidup dengan kebutuhan pendidikan. Berbeda dengan kalangan masyarakat lainnya yang rela membayar mahal untuk pendidikan dengan menghitung antara harga dan manfaat yang diterima, termasuk di sekolah-sekolah Islam. 

Dalam benak kelompok masyarakat Islam terpelajar, hampir tidak ada yang berpikir pendidikan Islam seharusnya murah tetapi juga harus berkualitas. Sebagian besar masyarakat Islam terpelajar telah mampu berpikir dan bersikap rasional sesuai slogan Jer Basuki Mawa Bea bahwa untuk mewujudkan generasi Islam unggul, berkemajuan mustahil berharap pada pemerintah. 

Baca juga: Ludruk Unair Happy Ending

Kelompok masyarakat Islam terpelajar bersama ormas Islam berkemajuan telah berkomitmen sungguh-sungguh menyiapkan generasi emas Indonesia tanpa banyak meminta anggaran pemerintah. 

Sekolah-sekolah Islam berbayar mahal bukan simbol kapitalisme apalagi bagian dari komersialisasi pendidikan Islam. Antara penyedia dan peminat pendidikan Islam mahal telah sama-sama ikhlas dan menyadari pentingnya kualitas generasi Islam masa depan yang unggul demi menjaga eksistensi NKRI. 

Kemandirian umat Islam bersama ormas-ormas Islam menyediakan pendidikan berkualitas dari yang elite sampai ekonomi sulit perlu diapresiasi. Kehadiran kelompok ini seharusnya lebih menyadarkan pemerintah dalam memajukan pendidikan berkualitas dengan akses yang lebih luas melalui dukungan APBN/APBD. 

Pendidikan berkualitas yang terbatas dan terjangkau untuk kalangan tertentu berdalih anggaran terbatas setara kebijakan politik etis pemerintahan kolonial. Jumlah sekolah negeri bersubsidi yang berkualitas untuk kalangan ekonomi sulit perlu diperbanyak guna menyongsong Indonesia Emas 24 karat, bukan emas yang nanggung dan mudah berkarat. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Baca Juga:  Data 10 Sekolah Peraih Medali Terbanyak OSN 2024