Feature

Masud Pezeshkian dan Perubahan Moderat Iran

×

Masud Pezeshkian dan Perubahan Moderat Iran

Sebarkan artikel ini
Masud Pezeshkian
Masud Pezeshkian presiden terpilih Iran di antara pendukungnya. (arabnews)

Masud Pezeshkian, tokoh reformis, terpilih menjadi presiden Iran. Dia berjanji melakukan perubahan lebih moderat di negaranya. Namun sejumlah pengamat menyampaikan pendapat seperti ini.  

Tagar.co – Begitu diumumkan Masud Pezeshkian (70) memenangkan pemilihan presiden Iran, ratusan pendukungnya berkumpul di Teheran, Sabtu (6/7/2024) lalu.

Mereka merayakan kemenangan tokoh moderat ini dari rivalnya, Said Jalili (59) tokoh garis keras.

Masud Pezeshkian melambaikan tangan kepada pendukungnya dengan senyum di bibirnya. Lantas dia naik ke podium menyampaikan pidato perdana setelah kemenangannya ini.

“Dalam pemilihan ini, saya tidak memberikan janji palsu. Saya tidak mengatakan hal-hal yang tidak bisa saya lakukan setelahnya. Saya tidak berbohong,” kata dokter ahli bedah jantung ini.

Dia berjanji melakukan moderasi pandangan konservatif Iran dan meningkatkan hubungan dengan Barat.

Pezeshkian mengucapkan terima kasih kepada para pendukungnya yang telah menggunakan hak pilih dengan cinta dan untuk membantu negara.

“Kita akan mengulurkan tangan persahabatan kepada semua orang. Kita semua adalah rakyat negara ini. Kita harus menggunakan semua orang untuk kemajuan negara ini,”  ujar mantan menteri kesehatan ini.

Dalam pernyataan lainnya dia menyampaikan tetap mendukung Hizbullah Lebanon berperang melawan Israel.

Partisipasi Pemilih

Pemilihan presiden Iran putaran kedua digelar Jumat (5/7/2024). Hasil penghitungan suara diumumkan Sabtu (6/7/2024).

Tingkat partisipasi pemilih hanya 48 persen. Hasil penghitungan dari 30.530.157 suara pemilih, Pezeshkian meraih lebih 16,3 juta suara (16.384.403 suara). Rivalnya Said Jalili mendapat lebih dari 13,5 juta suara (13.538.179 suara).

Putaran pertama pemilu dimulai 28 Juni, sebulan setelah Presiden Ebrahim Raisi meninggal dalam kecelakaan helikopter 19 Mei 2024 lalu.

Namun dalam putaran pertama dua kandidat gagal menghasilkan lebih dari 50 persen suara. Lantas dilaksanakan putaran kedua.

Baca Juga Yahudi Ultra Ortodoks Tolak Wajib Militer untuk Perang Palestina

Semula para pendukung Pezeshkian terkejut ketika nama kandidat presiden itu lolos dari Dewan Wali yang menyetujui calon-calon presiden.

Dewan Wali merupakan badan beranggotakan ulama dan ahli hukum yang memiliki kekuasaan besar.

Badan yang memeriksa kredibilitas agama dan pandangan revolusioner para kandidat ini telah melarang banyak tokoh reformis dan moderat mencalonkan diri dalam pemilu. Pezeshkian pernah ditolak pada pemilihan presiden tahun 2021 lalu.

Pezeshkian dalam kampanyenya berhati-hati menyeimbangkan janji perubahan dengan pernyataan kesetiaannya kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei, pemegang otoritas tertinggi Iran.

Said Jalili

Komentar Rakyat

Beragam komentar pengamat politik, aktivis, dan rakyat muncul atas kemenangan Masud Pezeshkian seperti dilaporkan Arabnews.

Narges Mohammadi, aktivis hak asasi manusia Iran dan peraih Nobel yang dipenjara mengatakan dari Penjara Evin, pesimis dengan perubahan di Iran. Dia melihat pemilu ini demokrasi palsu.

”Bagaimana bisa Anda, sambil memegang pedang, tiang gantungan, senjata, dan penjara terhadap rakyat dengan satu tangan, namun meletakkan kotak suara di depan orang-orang yang sama dengan tangan yang lain, dan dengan curang dan palsu memanggil mereka ke tempat pemungutan suara?”

Pendapat lain disampaikan Ali Vaez, Direktur Proyek Iran di International Crisis Group (ICG). Menurut dia, jumlah pemilih yang sedikit ini adalah bagian dari tren yang dimulai empat tahun lalu dengan pemilihan parlemen negara itu pada tahun 2020.

”Ini jelas menunjukkan mayoritas rakyat Iran telah menyerah pada kotak suara sebagai sarana perubahan,” katanya.

”Persaingan antara Jalili dan Pezeshkian di putaran kedua adalah pertarungan antara dua ujung spektrum yang berlawanan dan dapat diterima oleh sistem,” katanya.

Pendekatan ideologis Jalili yang garis keras dan sikap Pezeshkian yang moderat dan liberal, ujar dia, menciptakan polarisasi yang kuat yang tampaknya mendorong perpecahan.

Baca Juga Pengepungan Rumah Nabi Menjelang Hijrah

Jalili mewujudkan kebijakan luar negeri yang konfrontatif dan kebijakan sosial yang restriktif, sementara Pezeshkian menganjurkan reformasi moderat dan keterlibatan diplomatik.

Analis politik Esfandyar Batmanghelidj, pendiri dan CEO lembaga pemikir Bourse & Bazaar Foundation yang berbasis di Inggris, mengatakan, dia tidak memiliki mandat seperti yang dimiliki oleh presiden-presiden Iran sebelumnya yang berpikiran reformis. Tapi boikotlah yang memungkinkan pencalonannya karena partisipasi pemilih sangat rendah.

 ”Baik pemilih maupun non-pemilih mempunyai pengaruh terhadap hasil yang luar biasa ini. Jumlah pemilih cukup tinggi untuk mendorong Pezeshkian menduduki jabatan, namun cukup rendah untuk menyangkal legitimasi (rezim Iran) dan mempertahankan tekanan politik untuk perubahan yang lebih signifikan.”

Beberapa warga Iran mengatakan, meskipun mereka tidak memiliki harapan besar terhadap pemerintahan Pezeshkian, keputusan mereka untuk memilihnya dimotivasi oleh keinginan untuk melakukan perubahan, betapapun kecilnya.

”Alasan saya memilih bukan karena saya punya harapan khusus terhadap pemerintahannya, bukan. Saya memilih karena saya percaya bahwa keinginan besar masyarakat untuk melakukan perubahan kini begitu kuat dan siap meledak,” kata jurnalis Iran Sadra Mohaqeq yang memilih Pezeshkian.

Jika peluang kecil diberikan, sambung dia, masyarakat itu sendiri akan mengubah banyak hal menjadi lebih baik.

Masud Pezeshkian dalam masa kampanye memberikan janji k upaya meningkatkan hubungan dengan Barat dan pelonggaran kewajiban jilbab di Iran.

Dia yang berdarah Azerbaijan dan Kurdi juga mendukung hak-hak minoritas di Iran. Kelompok minoritas sering kali menanggung beban kekerasan yang direstui negara setelah protes tahun 2022-2023 yang dipicu oleh kematian Mahsa (Jina) Amini dalam tahanan polisi.

Setelah kematian Amini, Pezeshkian mengatakan, tidak dapat diterima di Republik Islam untuk menangkap seorang gadis karena jilbabnya dan kemudian menyerahkan jenazahnya kepada keluarganya.

Hanya beberapa hari kemudian, di tengah protes nasional dan tindakan keras brutal yang dilakukan pemerintah, ia memperingatkan pengunjuk rasa agar tidak menghina pemimpin tertinggi Iran.

Mohammed Albasha, analis Timur Tengah yang berbasis di AS mengatakan, meskipun Pezeshkian seorang reformis, dia setia kepada pemimpin tertinggi Iran.

”Kaum reformis di Iran pada umumnya tidak dapat melakukan reformasi yang menantang visi, tujuan, dan nilai-nilai Revolusi Islam. Kewenangan tertinggi tidak berada di tangan presiden terpilih Masud Pezeshkian tetapi di tangan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei,” tandasnya. (#)

Penyunting Sugeng Purwanto

Baca Juga:  Muhadjir Effendy Jadi Penasihat Khusus Presiden