Tagar.co

Home » Suvenir Belerang Unik Kawah Ijen, Simbol Shio sampai Patung Religi 
Suvenir Belerang Unik Kawah Ijen, Simbol Shio sampai Patung Religi 

Suvenir Belerang Unik Kawah Ijen, Simbol Shio sampai Patung Religi 

Suvenir Belerang Unik Kawah Ijen, Simbol Shio sampai Patung Religi 
Sebagian pengunjung Taman Wisata Alam Kawah Ijen mengerubungi suvenir belerang cetak yang dijual Yatim di area puncak. (Tagar.co/Sayyidah Nuriyah)

Mendaki di Taman Wisata Alam Kawah Ijen cuma bawa pulang foto dan kenangan? Rugi, dong! Suvenir belerang unik bisa jadi alternatif oleh-oleh maupun koleksi pribadi.

Tagar.co – Banyak magnet yang menarik wisatawan menjajal keindahan Kawah Ijen. Selain pemandangan danau kawah asam Ijen berwarna toska dan hutan mati ketika di puncak pada pagi-siang, blue fire pada malam hari menjadi surganya. 

Pasalnya, Kawah Ijen satu-satunya tempat wisata di Indonesia yang mampu menyajikan blue fire. Bahkan, fenomena api biru hanya bisa ditemui pada dua tempat di dunia ini. Satunya lagi di Islandia. Karena itulah turis dari mancanegara pun banyak yang tertarik mengunjungi Ijen. 

Wisatawan jadi bersemangat melalui medan tanah dengan sedikit berpasir sejauh 3,4 kilometer yang menanjak hingga kemiringan 45 derajat. Apalagi jika ingin menyaksikan dari dekat keluarnya gas belerang dari celah bebatuan dengan suhu sekitar 600 derajat celsius yang bertemu dengan suhu lingkungan sekitar hingga tampak api biru meliuk-liuk. Dinginnya malam pukul 02.00 WIB diterjang. Belum lagi lanjut menuruni jalur yang cukup curam.

Memang butuh perjuangan dan usaha lebih jika ingin menyaksikan blue fire. Tanpa fisik yang prima, pengunjung tidak akan mampu sampai di surganya pendakian Taman Wisata Alam Kawah Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur. 

Nah, kini pengunjung tak perlu khawatir jika gagal menyaksikan si api biru. Sebab, banyak penjual suvenir belerang unik di area puncak Kawah Ijen. Tidak berupa bongkahan batu besar lagi. Melainkan berbentuk lucu-lucu dan syarat nilai religi. 

Baca juga: Kisah Sopir ‘Taksi Pajero’ Menyambung Hidup di Kawah Ijen

Seperti yang dilakoni Yatim. Pria asal Madura menjajakan suvenir berwarna kuning khas belerang dengan ukuran beragam. Yang terbesar segenggam tangan orang dewasa. Yang terkecil sekitar 5x3x3 sentimeter.

“Yuk 20, 20, 20 diobral!” ujar pria berjaket hijau, bersepatu boot, dan bertopi cokelat itu. Harganya memang bervariasi mulai dari Rp 10-20 ribu sesuai ukuran. 

Sambil menunggu pembeli, Yatim memecah bongkahan batu belerang dengan kapak untuk dijual sepaket dengan keranjang anyaman mini. (Tagar.co/Sayyidah Nuriyah)

Pada papan kayu seluas 50×100 centimeter di hadapannya, ada belerang cetak dengan beragam bentuk. Ada yang berwujud hewan peliharaan seperti kura-kura, kucing, dan burung. Hewan simbol shio seperti anjing, babi, kelinci, macan, dan kambing. 

Selain itu, tampak pula berbentuk patung religi, simbol beberapa agama yang kaya nilai budaya dan sejarah. Misal, Buddha, Bunda Maria, dan malaikat bersayap. 

Kalau mau kenangan di Kawah Ijen senantiasa melekat di hati, bisa juga membeli suvenir belerang berbentuk hati yang berukir “I Love Kawah Ijen”. Yang paling mahal, beberapa bongkahan batu di dua keranjang anyaman mini. Serupa miniatur keranjang para penambang belerang yang biasa dipikul di pundak. 

“Membuat keranjangnya ini yang susah,” terang Yatim terkait pengecualian harga yang kontras dengan ukuran suvenirnya itu. 

Bagi wisatawan yang menyukai abstrak, ada pula bongkahan batu belerang yang menyerupai stalagmit. 

Baca juga: Mbah Sumeh, Penarik Kuda yang Masih ‘Roso’ di Usia 76 Tahun

Di bibir puncak kawah Ijen itu, Yatim tidak bekerja sendiri. Ia bagian menjual hasil kerajinan yang dibuat oleh rekannya, para penambang belerang di kawah Ijen. 

“Cairan belerang di bawah itu dicetak. Kalau yang kecil ini cuma 10 menit. Cairan langsung mengering,” jelas pria berkumis itu. 

Kata Yatim, suvenir itu bisa awet. “Kalau nggak kena panas ya tetap begini bentuknya. Nggak apa kena air. Kalau api, baru meleleh,” sambungnya. 

Berselang tiga menit, dua pengunjung ibu-ibu tertarik mendekat. Mereka berhenti sebentar untuk menanyakan harga. Datanglah pengunjung lainnya. “Kelinci? Nggak ada kelinci?” tanyanya. 

Pengunjung lain ikut mengerubungi. “Ini domba?” tanya yang lainnya lagi.

Seketika lapak itu ramai. Yatim langsung menyodorkan tas keresek putih sehingga para pengunjung bisa memilih dan memasukkan suvenir sesuai keinginan mereka. Setelah puas memilih, para pengunjung balik menyodorkan tas keresek kepada Yatim untuk dihitung harganya. (#)

Jurnalis Sayyidah Nuriyah Penyunting Mohammad Nurfatoni

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *