Guru Aini mendedikasikan pengetahuan untuk mendidik bukan sekadar mengajar. Dengan kesabaran, dia mendidik di sekolah pedalaman dan akhirnya bertemu Debut Awaludin. Ini kisahnya inspiratifnya.
Tagar.co – Novel Guru Aini karya Andrea Hirata terbit tahun 2020. Novel ini merupakan prekuel dari novel Orang-Orang Biasa.
Novel yang diterbitkan Bentang ini menceritakan kisah perjuangan seorang guru untuk mengajar seorang anak yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah tapi bercita-cita menjadi seorang dokter agar dapat menyembuhkan ayahnya yang sakit.
Novel ini mengandung kisah yang sederhana dengan menampilkan kisah yang umum terjadi di lingkungan sekitar kita. Namun, kisah tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi kisah yang seru untuk diikuti pembaca.
Andrea Hirata dalam novel ini membahas isu pendidikan yang terkait dengan isu ekonomi, yang mana kaum marjinal atau yang berkekurangan secara ekonomi pada umumnya tidak dapat mendapatkan pendidikan wajib yang seharusnya bisa didapatkan semua orang.
Banyak hal yang dapat dipelajari dari novel yang sederhana ini. Pembaca akan disuguhkan dengan cerita simple yang menyenangkan, lucu, tapi juga inspiratif, edukatif, dan berkesan.
Baca juga: Novel Totto-chan, Pendidikan Karakter yang Dibangun dalam Cerita
Novel yang di cover-nya terdapat gambar sepasang sepatu warna putih ini menggambarkan bagaimana perjalanan Desi Istiqomah yang diutus untuk menjadi guru matematika di pulau terpencil di Sumatera. Dengan tekad dan semangatnya, dia menempuh perjalanan jauh, terombang-ambing ombak lautan hingga akhirnya sampai tujuan di Ketumbi, Tanjong Hampar. Daerah yang tak pernah terdengar keberadaannya. Namun, hal ini tak menghentikan niat Desi menjadi guru matematika.
Desi Istiqomah atau dipanggil dengan Guru Desi, setelah mendapatkan gelarnya, bercita-cita untuk dapat menumpaskan kebencian murid-muridnya terhadap matematika. Serta membuat mereka menjadi lihai bermain angka.
Namun, perjuangan Guru Desi untuk mewujudkan itu tidak semulus bayangannya. Semangat Guru Desi yang mencintai matematika kian surut perihal betapa frustasinya dia karena siswanya kurang dapat memahami matematika.
Kian hari, sikap Guru Desi pun berubah menjadi guru yang ditakuti karena terkenal galak dalam mengajar matematika. Banyak siswa memanjatkan doa agar tak mendapat kelas yang diajar oleh Guru Desi. Langkah kakinya saja sudah membuat bulu bergidik, begitulah kesan Guru Desi. Hingga suatu hari, dia mendapat siswa yang luar biasa cerdas, Debut Awaludin namanya.
Namun sayang, semangat Debut terhadap matematika rupanya tidak semenggebu Guru Desi. Nilai matematika Debut menurun drastis, ditambah beberapa kali dia bolos sekolah. Seperti plot twist yang tak disangka Guru Desi, Debut bergabung dengan rombongan sembilan anak yang terkenal sebagai anak-anak musuh matematika.
Baca juga: Mencari Wajah Asli Bocah Bertopeng
Walaupun sudah diceramahinya panjang lebar, tetapi hal itu tidak mengembalikan Debut dengan kecintaannya pada matematika seperti sebelumnya. Lebih parah lagi, Debut Awaludin memilih keluar dan tidak melanjutkan sekolah.
Patah hati Guru Desi seperti telah ditinggal kekasih, lantaran melihat kecerdasan yang langka ditemuinya justru disia-siakan. Karena hal ini, Guru Desi menjadi lebih garang dalam mengajar. Usang sepatunya hingga menipis, solnya pun tak lekas ia ganti. Tragedi Debut masih terngiang dalam benaknya hingga beberapa tahun kemudian, kemunculan seorang murid perempuan yang tak disangka akan mengubah hidupnya.
Aini binti Syarifudin, dengan dua sobat karibnya, yaitu Enun dan Sa’idah bersama-sama meratapi nasib akan nilai-nilai matematikanya yang memprihatinkan. Namun, keadaan berubah ketika ayah Aini jatuh sakit dan tak bisa lanjut bekerja.
Baca juga: Dilan 1983 Wo Ai Ni: Romantisme, Persahabatan, dan Cinta Monyet
Cemas Aini memikirkan keselamatan ayahnya. Entah dapat ilham dari mana, Aini memutuskan untuk serius belajar matematika pada guru yang ditakuti seluruh sekolah, yaitu Guru Desi.
Semprotan amarah dan caci maki Guru Desi yang dilayangkan terhadap dirinya sering kali membuatnya menangis dan bergetar. Namun, niat Aini menjadi dokter lebih besar dibanding rasa takutnya.
Diceritakan perjuangan Aini mengubah kutukan nilai desimal yang tak pernah lebih dari satu hingga perlahan dapat bersaing dengan siswa unggulan yang penuh liku. Sampai akhirnya, terwujudlah cita-cita Aini menjadi mahasiswa kedokteran, walaupun harus merantau nun jauh.
Kelebihan novel Guru Aini, yaitu ditulis dengan alur yang sederhana, tetapi memiliki pesan yang mendalam. Adanya bahasa daerah Sumatera di dalam novel ini membuat semakin menarik pembaca. Juga terdapat makna positif, kata-kata yang memikat, penggambaran realitas yang realistis, alur yang tidak terduga, dan membangkitkan pesan untuk pembaca.
Meski demikian, penggunaan bahasa daerah Sumatera dalam novel Guru Aini bagi sebagian pembaca mungkin akan sedikit asing. Selain itu, pada beberapa bagian adegannya ditulis terlalu berlebihan sehingga sedikit aneh untuk membayangkan adegannya.
Berani Mengambil Risiko
Dalam novel ini, pesan moral yang ingin disampaikan Andrea Hirata yaitu menjadi pemuda yang tidak pesimis dan terus mencoba. Berani mengambil risiko untuk benar-benar ditempa dan pada akhirnya seperti Aini yang mengalami perubahan besar pada hidupnya.
Selain itu, pesan moral yang tercermin dalam novel ini, untuk menjadi pribadi yang sabar dan kritis dalam menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi.
Baca juga: Film Inside Out 2 Ajak Penonton Rasakan Ledakan Emosi Remaja
Sosok Guru Aini menjadi figur sentral dalam cerita. Dikisahkan, sosok guru muda yang berjuang, berkorban, sabar, dan gigih hingga bisa meraih tingkat kesuksesannya menjadi dokter.
Kisah inilah yang bisa menginspirasi guru kita. Di manapun mereka berada, ketulusan, kegigihan, kesabaran harus dinomorsatukan. Bukankah itu yang mendasari komitmen bagaimana guru tidak sekadar mengajari, tetapi lebih dalam lagi yaitu mendidik.
Semangat Guru Aini yang mengajar di daerah terpencil, berhadapan dengan siswa yang kurang mampu, khususnya di mata pelajaran matematika, tetapi semangatnya tidak kerdil. Dia memiliki semangat yang menyala. Inilah yang dinamakan dengan mendidik.
Dari yang tidak bisa, tidak mampu, tidak paham, tidak mengerti menjadi tahu dan paham. Inilah hakikat mendidik itu. (#)
Penulis Ichwan Arif Penyunting Mohammad Nurfatoni