Opini

Cinta dan Sabar Modal Berinteraksi Sosial

×

Cinta dan Sabar Modal Berinteraksi Sosial

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi 7 Destinasi Kota Mati (Tribunkalteng.com)

Aristoteles mengatakan manusia sebagai makhluk hidup pada dasarnya selalu ingin bergaul dalam masyarakat. Karena ingin bergaul satu sama lain itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. 

Tagar.co – Subuh pagi hari itu menyisakan sebuah hikmah. Seperti biasa saya dan suami pergi menunaikan salat Subuh di Masjid Taman Bahagia. Membuka gerbang gang perumahan menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri. Tapi, entahlah, Subuh saat itu terasa sangat berbeda.

Sejak keluar dari rumah sampai ke pintu gerbang gang perumahan tak saya jumpai orang lalu lalang laiknya kemarin. Rumah-rumah terkunci rapat. Lampu-lampu tak tampak menyala pertanda dimulainya awal kehidupan. 

Perlahan saya buka pintu gerbang gang perumahan. Motor kami berjalan pelan. Suasana begitu sepi mencekam. Ini bukan masa Covid-19 yang menggiring manusia harus bersembunyi rapat menutup diri. 

Darah saya berdesir. Jantung berdegup kencang. Pikiran melayang, membayangkan hal yang tidak ingin terjadi. Sepi nyenyat menyayat. Teringat cerita horor sinema televisi tentang kota mati. 

Bagaimana jika dunia ini hanya berisi saya dan suami. Tanpa anak, anugerah Allah Yang Maha Pemurah. Tawanya menghibur penat jiwa. Tangisnya membangunkan diri dari lena. Suka duka mengarungi bahtera kehidupan penuh kesyukuran.

Tanpa sahabat dan kawan pengingat setiap kekhilafan. Kawan penyeru kebaikan agar amar makruf nahi mungkar tetap terjaga aman. Meskipun terkadang sahabat dan kawan bisa menjadi lawan. Bermuka dua bahkan menggunting dalam lipatan. Setiap insan berkontribusi menyulut persaingan dan permusuhan.

Tanpa tetangga dan orang-orang sekitar. Sempurna dengan riuh rendah perilaku dan keinginan. Manusia satu menjadi ujian bagi manusia lainnya. Mengaduk perasaan. Senang, susah geram berkelindan. 

Tetapi rasa sepi ini meniadakan segala gangguan cerita permusuhan. Ah, apa enaknya hidup sendiri. Dunia dimiliki sendiri. Bukankah manusia itu makhluk sosial?

Kompas.com menulis tentang pengertian manusia sebagai makhluk sosial. Melansir dari sebuah buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (2021) oleh Herimanto Winarno, Aristoteles mengatakan manusia sebagai makhluk hidup yang pada dasarnya selalu ingin bergaul dalam masyarakat. Karena sifatnya yang ingin bergaul satu sama lain, maka manusia disebut sebagai makhluk sosial. 

Cinta dan Sabar

Dua hal yang dibutuhkan saat berinteraksi dengan orang lain yaitu mahabah (cinta) dan sabar. Nikmat terbesar dari Allah adalah tatkala dianugerahi rasa cinta. Mencintai orang lain sebagai perwujudan keimanan disabdakan oleh manusia mulia Muhammad SAW:

 عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Dari Anas dari Nabi SAW bersabda: ‘Tidaklah beriman seseorang di antara kalian sehingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.’” (HR Bukhari).

Saling mencintai dan menyayangi karena Allah akan mereduksi gesekan perbedaan pendapat dan pikiran. Meredam cacian dan hinaan penyulut emosi tak tertahankan. Abu Hurairah menyampaikan sabda Nabi Muhammad SAW tentang tujuh golongan yang istimewa:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: اَلْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ ، وَرَجُلٌقَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْـمَسَاجِدِ ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ ، فَقَالَ : إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَبِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi ahallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau ahallallahu ‘alaihi wa salambersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah.’ Dan (6) seseorang yang bersedekah dengan satu sedekah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berzikir kepada Allah dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.”

Hal kedua yang dibutuhkan dalam berinteraksi social adalah sabar. Ia senjata andalan menghadapi ujian kehidupan. Perintah Allah menyikapi ragam gangguan yang datang dari diri sendiri dan orang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Ali Imran ayat 200.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْن ࣖ

“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga di perbatasan (negerimu), dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

Di ujung pertigaan kujumpai orang sedang menyiram jalanan, membuyarkan lamunan. Sesampai di masjid, orang-orang bergegas menuju saf salat. Saya tersenyum lebar. Alhamdulillah, saya tidak lagi merasakan sendiri. Masjid Taman Bahagia membuat kami bahagia. (#)

Penulis Izza El Mila Penyunting Mohammad Nurfatoni

Baca Juga:  Miskin di Negeri Kaya, Quo Vadis SMK?