Rileks

Kurban di Situbondo serasa di Arab

×

Kurban di Situbondo serasa di Arab

Sebarkan artikel ini
agar.co - Kurban di Situbondo serasa di Arab. Ungkapan ini muncul saat penyembelihan hewan kurban di Panti Asuhan Muhammadiyah (PAM) Tunas Melati. 
Proses kurban Panti Tunas Melati di bawah tiga pohon kurma (Tagar.co/Sugiran)

Tagar.co – Kurban di Situbondo serasa di Arab. Ungkapan ini muncul saat penyembelihan hewan kurban di Panti Asuhan Muhammadiyah (PAM) Tunas Melati. 

Panti yang lokasinya di Desa Pokaan, Kecamatan Kapongan, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, ini pada Iduladha 1445 Hijriah menyembelih tiga sapi dan tiga kambing. Proses pemotongan hewan kurban pada Selasa (18/6/2024) dimulai pukul 06.00 WIB hingga 11.00 WIB. 

Awalnya proses kurban berjalan seperti biasa, sebagaimana yang dilakukan tahun-tahun sebelumnya. Penyembelihan sapi dan kambing dilakukan di bawah pohon mangga yang umurnya puluhan tahun. Ini menaungi panitia dari teriknya matahari pagi.

Proses selanjutnya adalah pemotongan daging dan tulang hewan kurban. Ukurannya menyesuaikan dengan 400 kupon yang sudah tersebar untuk warga di sekitar PAM Tunas Melati. Lokasi proses ini juga di halaman panti, bersebelahan dengan proses penyembelihan. 

Tiba-tiba Ketua Panitia Kurban Drs Nurkholiq bertanya. “Kita ini kurban di Situbondo ataukah di Arab ya?” tanyanya. 

Tentu saja panitia lainnya dan para santri panti yang membantu proses pemotongan daging kebingungan menjawab pertanyaan itu. 

“Itu lho, bapak-ibu dan anak-anak motong daging dan tulangnya berteduh di bawah tiga pohon kurma,” ungkap Nurkholiq disambut tawa yang lainnya. 

“Iya-ya kok kita nggak sadar ya berteduh di bawah pohon kurma,” jawab salah satu pengasuh PAM Tunas Melati Sholihul Amin sambil tersenyum.

Baca Juga:  Segarkan Dahaga dengan Dawet Siwalan Paciran

Sholihul Amin menuturkan, kurma ini tumbuh dengan sendirinya dari biji kurma yang dibuang di halaman panti. Sempat dilakukan penjarangan karena banyak sekali yang tumbuh. 

“Kita atur tumbuh berjajar sehingga lurus menuju gerbang panti. Ini yang tingginya hampir 10 meter umurnya sekitar delapan tahun. Kalau yang masih kecil umurnya sekitar tiga tahun,” jelas Sholihul—sapaan akrabnya.

Istimewanya, pohon kurma yang tampak besar itu ternyata laku dijual. “Kami sempat menjual dua pohon kurma yang umurnya sekitar lima tahun. Satu pohon kurma dihargai Rp 500.000,-. Kami jual karena posisinya di bawah kabel PLN,” ungkapnya.

Saat ini ada enam pohon kurma yang tumbuh subur di panti ini. Ditanya apakah pernah panen kurma? Sholihul menjawab diplomatis.

“Panennya setiap Ramadan tiba. Santri panti hampir tiap hari berbuka dengan kurma. Tapi bukan panen dari pohon sendiri. Banyak donatur yang mengirim kurma,” jawab pria asli Paciran Lamongan ini sambil tertawa. (#)

Jurnalis Sugiran Penyunting Mohammad Nurfatoni