Dilema Ormas dalam Izin Usaha Pertambangan; Opini oleh Prima Mari Kristanto, Akuntan Publik berkantor di Surabaya.
Tagar.co – Nahdlatul Ulama (NU) menjadi satu-satunya organisasi kemasyarakatan (ormas) yang menerima tawaran pemerintah kepada sejumlah ormas untuk ikut mengelola pertambangan.
Usaha pertambangan sesungguhnya bukan kegiatan usaha yang asing di tengah masyarakat antara lain tambang pasir, kapur, belerang, bahkan emas dan minyak skala kecil. Keterlibatan ormas dalam pertambangan juga bukan hal baru, di pesisir pantai utara Gresik dan Lamongan ada pesantren yang berafiliasi dengan ormas mempunyai usaha tambang dolomit.
Kegiatan pertambangan demikian viral akhir-akhir ini disebabkan korupsi sektor pertambangan timah yang melibatkan orang terkenal. Berikutnya dunia usaha pertambangan digemparkan dengan tawaran Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh pemerintah kepada sejumlah ormas keagamaan.
IUP selama ini diberikan pada BUMN dan kalangan swasta bermodal besar. Nama-nama terkenal di usaha tambang antara lain PT. Aneka Tambang-BUMN, PT. Timah-BUMN, PT. Bukit Asam-BUMN, dan lain-lain. Kalangan swasta di papan atas ada PT. Adaro Energi, PT. Bumi Resources, PT. Kaltim Prima Coal, dan lain-lain.
Di dalam nama-nama tersebut tidak ada nama ormas Muhammadiyah, NU, PGI, KWI, PHDI, Walubi, dan sebagainya. Ormas keagamaan sejauh ini telah berkhidmat merawat iman dan takwa para jemaat dengan bermacam wasilah ibadah, juga muamalah. Terbukti eksistensi ormas-ormas tersebut masih mendapat tempat di hati masyarakat luas dan jemaat masing-masing.
Ormas-ormas agama juga terbukti mampu merawat toleransi, menjaga semboyan Bineka Tunggal Ika di tengah potensi rawan gesekan umat beragama. Posisi ormas-ormas agama sebagai garda penjaga iman dantakwa, serta membentuk dan membangun akhlak bangsa perlu dijaga, dihormati pilihan perannya.
Tawaran pada ormas agama untuk ikut berbisnis tambang skala besar berdalih agar ormas agama mandiri dalam pendanaan terkesan mengada-ada. Bisnis-bisnis skala besar apalagi raksasa selayaknya dijalankan oleh negara melalui BUMN bersama pihak-pihak swasta yang jujur dan kompeten.
Amanat konstitusi UUD 1945 pasal 33 ayat 3 “Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Tugas ormas bersama aktivis, akademisi, dan kampus mengawal pelaksanaan konstitusi tersebut untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Jika pihak-pihak yang seharusnya mengambil posisi sebagai pengawas kemudian ikut dalam kegiatan operasional jelas menimbulkan konflik kepentingan.
Ormas keagamaan tidak “diharamkan” berbisnis demi menunjang pendanaan kegiatan pelayanan umat. Berbisnis dengan motif sosial, pelayanan keumatan sesuai kemampuan dan kompetensi atau keahlian bisa memberi manfaat langsung pada masyarakat yang masih sangat membutuhkan pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusiaan.
Menjadi konglomerasi sangat menggiurkan, semua usaha ditangani, semua bidang dimasuki, tetapi untuk menjadi pemenang pada suatu bidang membutuhkan spesialisasi berdasarkan minat, bakat yang diasah terus-menerus secara fokus dan serius.
Menyiapkan sumber daya manusia unggul harus menjadi fokus utama ormas bersama kampus. Ketika sumber daya manusia unggul ini mampu mengelola pemerintahan, bisnis termasuk usaha tambang dengan baik, mencetak laba yang tinggi, kemudian berdonasi pada ormas menjadi hal yang berbeda dengan ormas yang ikut berbisnis tambang secara langsung.
Sebagian besar ormas agama telah mengambil sikap tidak mengambil hak IUP di luar kompetensinya dan tugas pokoknya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun akhlak, iman, dan takwa. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni