Di Muhammadiyah tidak ada ngaji titik tetapi ngaji koma. Kiai Ahmad Dahlan telah memberikan keteladanan dengan mengajarkan surat Al-Maun selama lebih dari tiga bulan.

Dari kanan: Ketua PDM Wicaksono, Ketua PP Muhammadiyah Dr. Sa'ad Ibrahim, dan dua Wakil Ketua PDM Suripto dan Bachtiar Kholili. (Tagar.co/Kamas Tontowi)

Di Muhammadiyah tidak ada ngaji titik tetapi ngaji koma. Kiai Ahmad Dahlan telah memberikan keteladanan dengan mengajarkan surat Al-Maun selama lebih dari tiga bulan.
Kiai Saad Ibrahim ajarkan ngaji koma. Dari kanan: Ketua PDM Wicaksono, Ketua PP Muhammadiyah Dr. Sa’ad Ibrahim, dan dua Wakil Ketua PDM Suripto dan Bachtiar Kholili. (Tagar.co/Kamas Tontowi)

Di Muhammadiyah tidak ada ngaji titik tetapi ngaji koma. Kiai Ahmad Dahlan telah memberikan keteladanan dengan mengajarkan surat Al-Maun selama lebih dari tiga bulan.

Tagar.coMasjid Jami’ Al Hilal penuh dengan jamaah dari kalangan persyarikatan Muhammadiyah Trenggalek, Ahad (3/11/2024). Mereka menyimak kajian Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. KH. M. Saad Ibrahim, M.A.

Pasalnya, pada masjid yang berlokasi di Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur itu berlangsung Pengajian Ahad Pagi. Penyelenggaranya Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Trenggalek.

Pada kesempatan itu, Kiai Saad menceritakan bagaimana Pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan memberikan keteladanan.

“Kiai Dahlan mengajarkan surat Al-Maun selama lebih dari tiga bulan. Sampai santri-santri beliau jenuh dan merasa bosan,” ujarnya.

Salah satu dari santri memberanikan diri bertanya, “Maaf Kiai, kita sudah membahas surat Al-Maun berkali-kali. Bahkan Kiai mengajar surat ini selama tiga bulan lebih. Apa tidak sebaiknya diganti dengan surat yang lain?”

Kiai Dahlan melihat santrinya lantas beliau tersenyum dan bertanya, “Sudahkah kalian mengamalkan surat Al-Maun?”

Santri-santri kebingungan. Mereka masing-masing saling menatap. Salah satu santri memberanikan diri bertanya, “Apa maksud Kiai?”

Baca juga: Menjadi Pemuda Islami yang Diidamkan Syariat

Kiai Dahlan bertanya, “Sudahkah kalian mengamalkan surat Al-Ma’un? Sudahkah kalian menyantuni anak yatim, memberi makan fakir miskin, membantu anak-anak terlantar, gelandangan?”

“Apabila kalian tidak mengamalkan maka kalian menjadi pendusta agama. Menjadi orang yang salat tapi celaka. Menjadi orang yang lalai dalam salatnya,” tegasnya.

Tak hanya itu, ia juga berpesan, “Berpencarlah kalian mencari anak-anak yatim, fakir miskin, anak-anak terlantar, gelandangan. Santuni, rawat, dan berikan pendidikan yang layak. Mereka ada di sekitar Kauman.”

Santri-santri tersebut kompak berkata, “Baik, Kiai.”

Tanpa menunggu lama lagi, Kiai Dahlan mengajak para santrinya menyantuni fakir miskin. Juga memberi makan anak yatim, dan mendidik anak-anak tidak mampu.

Dari sinilah, Kiai Saad menyimpulkan, sistem pengajian ala Kiai Dahlan tersebut adalah ngaji koma. Bukan ngaji titik. Artinya, pengajian menjadi momentum untuk mengamalkan, bukan berhenti di saat pengajian. (#)

Jurnalis Kamas Tontowi Penyunting Sayyidah Nuriyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *