Tagar.co

Home » Krisis Moral Anak Muda: Dosa Siapa?
Krisis moral anak muda, termasuk pelajar, kian menampakkan wujudnya. Banyak di antara mereka yang tanpa sopan santun, bahkan melakukan seks bebas.
Krisis moral anak muda, termasuk pelajar, kian menampakkan wujudnya. Banyak di antara mereka yang tanpa sopan santun, bahkan melakukan seks bebas.
Ilustrasi AI

Krisis moral anak muda, termasuk pelajar, kian menampakkan wujudnya. Banyak di antara mereka yang tanpa sopan santun, bahkan melakukan seks bebas.

Opini oleh Sujarwa, Guru SMK Sunan Giri Menganti Gresik.

Tagar.co – Moralitas anak muda Indonesia kini berada di ambang kehancuran. Sopan santun, etika, dan rasa hormat yang dulunya menjadi fondasi budaya kita, kini perlahan memudar.

Anak-anak muda memperlakukan guru seperti teman ngopinya, berbicara tanpa sopan santun, dan mengabaikan nilai-nilai yang seharusnya menjadi pegangan hidup. Fenomena ini bukan sekadar masalah perilaku, tapi merupakan alarm besar yang menandakan krisis moral generasi penerus kita.

Siapa yang Salah?

Apakah ini kesalahan sekolah yang gagal menanamkan nilai-nilai moral? Atau guru yang kian takut menegakkan disiplin karena ancaman pidana dan pengawasan yang terlalu ketat? Atau, mungkin ini salah orang tua yang terlalu protektif terhadap anak-anak mereka, selalu siap membela tanpa mempertimbangkan tindakan pendisiplinan yang diberikan guru?

Sebenarannya, kegagalan ini adalah dosa kita bersama. Kita, sebagai masyarakat, telah gagal membentuk sinergi yang solid antara sekolah, orang tua, dan pemerintah dalam membimbing generasi muda. Sekolah, sebagai lembaga pendidikan formal, seharusnya tidak hanya bertanggung jawab mengajarkan materi akademik tetapi juga menjadi tempat untuk mengasah karakter dan moralitas. Namun, tugas ini seringkali terbentur oleh keterbatasan ruang gerak guru, yang semakin hari semakin takut mengambil langkah tegas karena ancaman sanksi hukum.

Baca juga: Tumpeng-Tumpeng Antimainstream Karya Siswa SMK Sunan Giri

Guru seharusnya menjadi pilar dalam membentuk karakter siswa. Tetapi apa yang terjadi saat ini? Guru-guru kita kian takut untuk menegakkan disiplin. Kenapa? Karena bayang-bayang ancaman sanksi hukum dan laporan orang tua ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atau polisi membuat mereka para guru mundur.

Mereka lebih memilih membiarkan perilaku anak yang menyimpang, karena menghindari risiko. Ini menciptakan ruang yang longgar bagi perilaku buruk tumbuh subur di kalangan siswa. Dalam situasi seperti ini, pendidikan moral dan akhlaq yang sesungguhnya, tak akan pernah tercapai.

Generasi Manja dan Tidak Tahan Uji

Dampaknya jelas. Generasi yang tumbuh tanpa disiplin dan tanpa batasan akan menjadi generasi yang manja, lemah, dan tidak siap menghadapi tantangan hidup. Anak-anak yang selalu dilindungi dari konsekuensi atas tindakan mereka akan besar menjadi individu yang tidak bertanggung jawab, yang selalu mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan masalah.

Bagaimana mereka bisa bersaing di dunia nyata, ketika sejak dini mereka sudah dibiasakan hidup dalam kenyamanan tanpa tuntutan disiplin? tanpa tantangan masalah ?

Inilah generasi yang bukan menjadi kekuatan bagi bangsa, melainkan beban. Mereka akan menjadi pribadi yang rapuh, tidak mampu menghadapi tekanan, dan tidak siap bersaing di dunia kerja yang semakin keras.

Generasi yang tidak diajarkan tanggung jawab dan disiplin sejak dini, akan selalu merasa berhak tanpa memahami kewajiban. Ketika tantangan datang, mereka lebih memilih untuk menghindar daripada menghadapinya dengan solusi.

Konsekuensi Jangka Panjang

Masalah ini bukan hanya akan mempengaruhi kehidupan pribadi anak-anak ini, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Negara di masa depan akan dibebani oleh generasi yang tidak siap menghadapi tantangan global. Ketergantungan pada orang lain dan ketidakmampuan untuk mandiri akan menciptakan masalah sosial yang lebih besar, mulai dari pengangguran, ketidakstabilan ekonomi, hingga meningkatnya masalah kriminalitas akibat kegagalan dalam pendidikan moral sejak dini.

Seharusnya Pemerintah tidak bisa tinggal diam. Kebijakan pendidikan harus segera diarahkan untuk tidak hanya menekankan mengejar prestasi akademik, tetapi juga lebih mengedepankan pentingnya pendidikan karakter.

Guru harus diberi ruang untuk mendidik dengan tegas, tanpa rasa takut terhadap ancaman hukum, selama tindakan tersebut dilakukan dalam batasan moral dan bertujuan untuk mendisiplinkan, bukan untuk menghukum dengan kejam. Orang tua juga perlu mengerti bahwa peran mereka tidak selesai saat anak diserahkan ke sekolah.

Mereka harus mendukung peran guru, bukan menjadi penghalang dalam proses pembentukan moral dan kharakter anak.

Solusi Bersama untuk Krisis Moral

Krisis moral ini adalah tanggung jawab kita bersama. Kita tidak bisa melempar kesalahan pada satu pihak saja—baik itu guru, sekolah, orang tua, atau pemerintah. Jika kita ingin memperbaiki generasi muda, semua pihak harus bersinergi.

Orang tua perlu memperkuat pendidikan moral di rumah. Guru harus diberdayakan untuk mendidik dengan ketegasan, bukan dengan ketakutan. Dan pemerintah harus merumuskan kebijakan pendidikan yang mendukung pembentukan moral dan karakter.

Jika kita terus membiarkan masalah ini tanpa solusi nyata, kita akan membiarkan generasi muda tumbuh menjadi generasi yang lemah, manja, dan tidak mampu bersaing.

Masa depan bangsa ini berada di tangan mereka. Jika mereka tidak dipersiapkan dengan baik, masa depan Indonesia juga akan terancam. Sumber daya alamDA kita akan tetap di kuasai asing

Krisis ini bukan hanya soal hilangnya kesopanan di kalangan anak muda. Ini adalah masalah yang lebih dalam, yang akan memengaruhi masa depan bangsa kita.

Jika kita tidak segera bertindak, kita akan kehilangan generasi emas yang seharusnya menjadi penerus peradaban kita. Dan ketika saat itu tiba, kita tidak bisa lagi bertanya, “Ini dosa siapa?” Karena jawabannya sudah jelas: ini dosa kita semua. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Related Posts

2 thoughts on “Krisis Moral Anak Muda: Dosa Siapa?

  1. Mari kita bandingkan aturan, dan kulikulum pendidikan di masaku (80an) dengan aturan dan kurikulum pendidikan yang diterapkan masa sekarang. Mana yang lebih sopan, di zamanku atau zamanmu?
    Wakil kita hanya duduk di kursi empuk tapi tidak mampu melindungi pendidik Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *