Tagar.co

Home » Di Tengah Ribuan Umat, Din Syamsuddin Ingatkan Jasa Ulama bagi Indonesia
Di tengah ribuan umat di Kota Surakarta, Din Syamsuddin mengingatkan jasa ulama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu dia mengingatkan tentang Jas Merah dan Jas Hijau.

Di Tengah Ribuan Umat, Din Syamsuddin Ingatkan Jasa Ulama bagi Indonesia

Di tengah ribuan umat di Kota Surakarta, Din Syamsuddin mengingatkan jasa ulama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu dia mengingatkan tentang Jas Merah dan Jas Hijau.
Di Syamsuddin di Tengah ribaud Umat Islam Solo Raya (Tagar.co/Istimewa)

Di tengah ribuan umat se-Solo Raya, Din Syamsuddin mengingatkan jasa ulama dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dia mengajak pemimpin dan umat agar selalu ‘memakai’ Jas Merah dan Jas Hijau. 

Tagar.co – Di bawah langit malam Solo yang cerah,  Rabu, 4 September 2024 malam, sebuah peristiwa yang mengharukan terjadi di Ruang Depan Kantor Wali Kota Solo. Tempat yang biasanya sunyi itu kini dipenuhi oleh sekitar 50 ribu orang, yang datang dari berbagai penjuru. 

Mereka menghadiri Silaturahmi Akbar Ulama dan Tokoh Islam Surakarta bertema Bersatu dalam Perbedaan Menuju Peradaban Mulia. Acara ini diadakan untuk kali ketiga oleh Forum Silaturahmi Ulama dan Tokoh Islam Surakarta.

Di antara mereka, tampak Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, seorang tokoh nasional yang pernah memimpin Muhammadiyah dan MUI Pusat. Selain itu hadir memberi ceramah K.H. Hasan Abdullah Sahal (Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo), KH Ahmad Abdul Wafi Maimun (tokoh NU), dan sejumlah ulama, zuama, pimpinan ormas Islam se-Solo Raya. 

Baca juga Din Syamsuddin: Muhammadiyah Jangan Gamang Koreksi Pemerintah jika Menyimpang

Dengan suara yang penuh wibawa, Din Syamsuddin mengawali tabligh akbar dengan menceritakan peran vital ulama sejak zaman penjajahan hingga proklamasi kemerdekaan. 

“Perjuangan mereka,” katanya, “bukan hanya catatan sejarah, tapi adalah denyut nadi yang terus mengalir dalam semangat kebangsaan kita.” Ia mengingatkan bagaimana para ulama dan zuama dari Aceh hingga Ternate atau Tidore, telah lama melawan penjajah, jauh sebelum kemerdekaan diproklamasikan.

K.H. Hasan Abdullah Sahal menyampaikan tausiah di tengah ribuan hmat Islam yang datang dari Solo Raya (Tagar.co/Istimewa)

Peran Pergerakan Islam

Begitu pula, perjuangan kebangsaan sejak awal abad ke-20 Indonesia ikut didorong oleh munculnya pergerakan atau organisasi Islam, seperti Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, Nahdlatul Ulama (NU), dan lain-lain, yang selain mencerdaskan kehidupan bangsa juga secara nyata mengenyahkan penjajahan dari bumi Indonesia.

Cerita berlanjut ke momen penting proklamasi, ketika pesan tertulis dari KH Abdul Mukti dari Muhammadiyah mendorong Bung Karno untuk menyatakan kemerdekaan di bulan Ramadan, yang kemudian terjadi pada 17 Agustus 1945, bertepatan dengan 9 Ramadan 1367 yang penuh berkah.

Din juga mengisahkan bagaimana warna merah-putih bendera kita dan lambang Garuda Pancasila memiliki jejak ulama di dalamnya. “Bendera Indonesia Merah-Putih adalah atas usul Habib Idrus bin Salim Al-Jufri, Pendiri Al-Khairat di Palu, Sulawesi Tengah. Lambang Negara Garuda adalah atas usul Sultan Hamid II dari Pontianak,” kata Din.

Tentu tak boleh dilupakan perjuangan melawan agresi Sekutu pimpinan Inggris di Surabaya 1947 didorong oleh Resolusi Jihad oleh pendiri NU K.H. Hasyim Asy’ari, dan Perang Gerilya mempertahankan kemerdekaan dipimpin oleh Jenderal Sudirman, tokoh Pandu Hizbul Wathan Muhammadiyah. 

“Tidak boleh dilupakan juga  jasa 73 Kesultanan Islam dari Aceh hingga Ternate atau Tidore yang dengan rela menyerahkan kekuasaan politiknya kepada Republik Indonesia tercinta,” ujarnya.

Para tokoh Islam yang hadir dalam Silaturahmi Akbar Ulama dan Tokoh Islam Surakarta (Tagar.co/Istimewa)

Jas Merah dan Jas Hijau

Suasana menjadi semakin khidmat ketika Din Syamsuddin mengutip pesan Bung Karno, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Juga sata dia menambahkan pesan dari Dr. Hidayat Nurwahid tentang Jas Hijau, “Jangan sekali-kali hapus jasa ulama.”

Ucapannya disambut dengan pekikan takbir yang menggema, seolah-olah menegaskan kembali pentingnya warisan para ulama.

Dalam penutupnya, Din Syamsuddin dengan tegas memperingatkan agar jangan sampai ada rezim yang memperlihatkan sikap islamofobia. Sikap yang bertentangan dengan semangat Pancasila dan UUD 1945. Sekali lagi, jemaah menjawab dengan suara “Allahu Akbar,” yang memenuhi udara Solo.

Acara ini bukan sekadar kumpul-kumpul. Ini adalah tentang keimanan, sejarah, dan persatuan. Seperti yang disarankan oleh Din Syamsuddin, momen seperti ini patut ditiru oleh umat di daerah lain, sebagai pengingat dan perekat persatuan dalam keberagaman.

Di tengah lautan manusia yang haus akan nasihat, Din Syamsuddin tidak hanya berbicara; ia menyentuh hati, mengingatkan, dan menginspirasi. Di Solo, malam itu, Din mengingatkan kita akan pentingnya menghargai jasa ulama dalam perjalanan bangsa Indonesia. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *