Terhindar dari Makanan Haram di Taiwan gara-gara Tertidur di Masjid
Terhindar dari makanan haram merupakan salah satu pengalaman berkesan Alifah Salsabila, mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, yang sedang magang Chung Cheng University, Taiwan.
Tagar.co – Mendapat kesempatan magang adalah impian banyak mahasiswa, terlebih jika magang tersebut didanai penuh oleh negara tuan rumah. Itulah yang dialami oleh Alifah Salsabila, mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Novbember (ITS) Surabaya. Alifah mendapat beasiswa magang dari pemerintah Taiwan di Chung Cheng University .
Chung Cheng University dikenal sebagai salah satu dari sepuluh universitas penelitian teratas di Taiwan, serta terpilih sebagai kampus terindah oleh Yahoo Taiwan. Kampus ini juga menjadi contoh green university, terletak di tengah perkebunan luas seluas 132 hektar. Di kampus yang dijuluki “Meteor Garden” ini, Alifah mendapatkan fasilitas seperti tiket pesawat pulang pergi, biaya hidup, dan akomodasi asrama.
Baca berita terkait: Pengalaman Magang di Taiwan, Berjilbab Memudahkan Hindari Makanan Haram
Fasilitas kampus lainnya mencakup lapangan sepak bola, tenis, kolam renang, kantin, dan taman-taman yang indah. “Ada beberapa sungai yang mengalir di area kampus dan pepohonan tinggi tempat banyak burung bersarang. Suara burung berkicau terdengar sepanjang hari,” kata Alifah yang berasal dari Gresik, Jawa Timur.
Bangunan kampus didesain antigempa, memberikan rasa aman karena Taiwan adalah daerah rawan gempa dan tsunami. “Jadi, memang didesain kokoh dan selalu ada peringatan dari pemerintah sebelum bencana,” ujar Alifah, alumnus SMA Negeri 1 Gresik tahun 2020.
Badai Geumi
Akhir Juli 2024, Pemerintah Taiwan memberikan peringatan akan datangnya Badai Geumi di Provinsi Chiayi, tempat kampus Chung Cheng berada. Penduduk diminta menyiapkan makanan dan perbekalan untuk satu pekan serta menghindari keluar rumah. Imbauan ini disebarkan melalui grup WhatsApp dan ditempel di dinding atau pintu toko.
Menjelang badai, suhu udara yang biasanya panas di Juli berubah dingin, hujan deras, dan angin kencang, menyebabkan banjir di daerah dataran rendah. “Untungnya asrama E-2 Chung Cheng University berada di perbukitan, jadi cukup berdiam diri di asrama selama badai,” tutur Alifah.
Menikmati Liburan di Kaohsiung
Saat kampus mengumumkan perbaikan sarana air dan listrik, Alifah bersama mahasiswa ITS lainnya, Syakirah Shafwah Rahmadani (Biologi), Muhammad Rizky Sanjaya (Teknik Kimia), Emy Rahma (Teknik Mesin), dan Khalid Najih Abdullah (Teknik Instrumentasi), mengunjungi Kaohsiung, kota metropolitan kedua di Taiwan, Jumat (30/8/2024). Jarak dari Chiayi ke Kaohsiung sekitar 120 km atau tiga jam dengan kereta. Kota ini terletak di pesisir pantai, diapit oleh laut biru dan perbukitan hijau.
Di Stasiun Kaohsiung, bangunan berbentuk oval dengan lubang cahaya di tengah langit-langit, dihiasi oleh ratusan papan oval berbagai ukuran dan lampu pipa panjang. Meski cuaca panas, mereka tetap menikmati suasana kota dengan gedung-gedung tinggi dan pepohonan hijau.
Saat siang hari, mereka berencana mencari makanan terjangkau di Lung Fang Beef Noodle. Namun, langkah mereka terhenti saat melihat bangunan empat lantai dengan keramik hijau tua dan dua menara dengan bulan sabit di atasnya. “Meski ada tulisan Cina di atas teras, kami yakin itu masjid,” kata Alifah yang merasa rindu akan masjid setelah hampir tiga bulan di Chiayi tanpa menemukan masjid.
Di masjid tersebut, mereka disambut oleh seorang pria setempat, “Selamat datang. Assalamualaikum,” dengan logat khasnya.
Mirip Rawon tetapi Beda Rasa
Melihat denah masjid, mereka tahu tempat salat berada di lantai empat. Alifah dan Sakirah bergegas ke sana, disambut oleh karpet hijau tebal, bersih, dan wangi. “Rasanya ingin berlama-lama di sini,” ungkap Alifah.
Setelah satu jam di masjid, mereka menuju Lung Fang Beef Noodle, tetapi restoran sudah tutup. Ternyata, makanan di sana mengandung babi, yang baru mereka sadari setelah melihat tulisan “pork” di menu.
Di dekat Lung Fang, mereka menemukan Jhongsiao Night Market dan mencoba sup daging domba. “Kami pikir supnya jernih, tapi ternyata seperti rawon dengan kuah coklat gelap. Rasanya asin dan jahe sangat dominan, hampir seperti ramuan herbal Tiongkok,” cerita Alifah. Mereka menikmati sup ini meski dengan rasa yang aneh. “Mungkin ini cara Allah melindungi kami dari makanan haram,” celetuk Alifah sambil tertawa. (#)
Penulis Estu Rahayu, berdasarkan wawancara dengan Alifah Salsabila Penyunting Mohammad Nurfatoni