Istana Merdeka Tidak Bau Kolonial

0
Istana Merdeka dan Istana Negara di Jakarta disebut-sebut bau kolonial. Karena itu dibangunlah Ibu Kota Nusantara (IKN) yang diklaim tidak berbau kolonial. Benarkah?

Istana Merdeka, Jakarta (Foto Jakarta-tourism.go.id)

Istana Merdeka dan Istana Negara di Jakarta disebut-sebut bau kolonial. Karena itu dibangunlah Ibu Kota Nusantara (IKN) yang diklaim tidak berbau kolonial. Benarkah?
Istana Merdeka, Jakarta (Foto Jakarta-tourism.go.id)

Istana Merdeka dan Istana Negara di Jakarta disebut-sebut bau kolonial. Karena itu dibangunlah Ibu Kota Nusantara (IKN) yang diklaim tidak berbau kolonial. Benarkah tuduhan dan klaim itu?

Opini oleh Prima Mari Kristanto

Tagar.co – Istana Merdeka yang sebelumnya bernama Istana Gambir berada satu kompleks dengan Istana Negara yang dulu bernama Istana Rijswijk. Kedua Istana dibangun oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda sebagai pusat pemerintahan.

Pada masa pendudukan Jepang kedua Istana juga menjadi kediaman dan pusat pemerintahan. Setelah Jepang kalah perang dan Belanda kembali ke Indonesia, Istana kembali dalam penguasaan Belanda.

Dari sejarah pendudukan Belanda hingga Jepang Istana Gambir dan Rijswijk merupakan simbol kemenangan pihak-pihak yang menguasai kawasan Nusantara. 

Baca juga: Jelang Lengser Presiden Jokowi Rombak Kabinet yang Ke-13 Kali

Tanggal 27 Desember 1945 bertempat di Istana Gambir, Sinuhun Sri Sultan Hamengkubuwono IX melakukan penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Pemerintah Belanda. Kerajaan Belanda diwakili oleh A.H.J. Lovink, Wakil Tinggi Mahkota di Indonesia.

Pada waktu yang sama Drs. Mohammad Hatta melakukan hal yang sama di Amsterdam Belanda pukul 10.00 waktu setempat, di Jakarta dan Yogyakarta pukul 16.00.

Sejak hari tersebut seluruh wilayah dan aset pemerintah eks Hindia Belanda menjadi milik bangsa Indonesia. Peralihan harta pihak yang kalah perang kepada pemenang adalah sah, dalam Islam disebut ganimah

Tanpa menunggu waktu lama sejak 28 Desember 1949 Presiden Sukarno bersama Ibu Negara Fatimah bin Hasan Din dan putra-putrinya menempati istana untuk tinggal juga bekerja demi kepentingan nasional memikirkan nasib rakyat Indonesia.

Simbol Nasional

Pernyataan pejabat yang menyebut Istana Merdeka dan Istana Negara bau kolonial sangat tidak tepat. Arsitektur dan sejarah pembangunan keduanya memang warisan pemerintah kolonial, tetapi semangatnya saat ini sudah menjadi aset nasional.

Di kompleks Istana sudah berdiri masjid sejak tahun 1958, yang diperluas pada masa Presiden Habibie. Tidak ketinggalan ornamen-ornamen bernuansa Indonesia telah menghiasi ruang dalam Istana misalnya Ruang Jepara yang disiapkan Presiden Soeharto untuk menerima tamu negara. 

Baca jugaGaruda di IKN Menunduk, Malu dan Lesu?

Tersedia pula ruang Bendera Pusaka untuk menyimpan bendera yang dijahit Ibu Fatmawati bin Hasan Din, juga lukisan serta diorama yang menggambarkan suasana Proklamasi 17 Agustus 1945. Tidak salah jika upacara peringatan detik-detik Proklamasi sejak 17 Agustus 1950 berlangsung di Istana Merdeka, simbol kemenangan bangsa Indonesia mengusir penjajah.

Selain Istana Merdeka dan Istana Negara, seluruh aset eks pemerintah Hindia Belanda saat ini menjadi aset bangsa Indonesia—sebut saja Istana Bogor, Balai Kota Jakarta, Balai Kota Surabaya dan sebagainya. 

Kebijakan Bau Kolonial

Istana dan semua kantor-kantor pemerintahan eks Hindia Belanda sebagai simbol nasional, bukan lagi simbol kolonial. Keberadaan bangunan-bangunan yang ada sejak masa Hindia Belanda menjadi cagar budaya yang indah untuk dilestarikan, bukan dilecehkan dengan ungkapan bau kolonial. 

Kota Tua Jakarta atau Kota Lama Semarang sebagai contoh usaha melestarikan cagar budaya warisan kolonial sebagai aset nasional. Terbaru Pemerintah Kota Surabaya menyusul dengan merehabilitasi kawasan utara yang banyak berdiri bangunan peninggalan Belanda menjadi kawasan wisata sejarah. 

Baca jugaGelar Upacara HUT Kemerdekaan RI di IKN, Pemerintah Anggarkan Rp 87 Miliar

Bau kolonial pada bangunan-bangunan bersejarah tidak membahayakan masyarakat. Yang lebih berbahaya adalah kebijakan-kebijakan bau kolonial, lebih mengutamakan kepentingan pemodal daripada kepentingan nasional. 

Salah satunya kebijakan hak guna usaha (HGU) selama 190 tahun pada calon investor di Ibu Kota Nusantara (IKN). Jangka waktu 190 tahun tersebut beda tipis dengan masa pendudukan kongsi dagang V.O.C di Nusantara selama 197 tahun (1602-1799). (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *