Kalau mau husnul khatimah, Presiden Joko Widodo diminta Din Syamsuddin untuk membatalkan PP No. 28/2024. Dia berpendapat, PP yang antara lain memuat anjuran pelajar membawa kontrasepsi dan membolehan melakukan aborsi, merupakan kejahatan hukum dan konstitusi.
Tagar.co – Din Syamsuddin gusar. Pasalnya, pada 26 Juli 2024 lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 sebagai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
PP itu antara lain mengatur tentang kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja, pelayanan aborsi, dan konsepsi perilaku seksual yang sehat, aman, dan bertanggung jawab.
Hal itu sebagaimana tercantum dalam Pasal 103 Ayat (3) Huruf e, Pasal 104 ayat (2) Huruf b dan Penjelasannya, serta Pasal 129 Ayat (2) Huruf d.
Tokoh bangsa itu ikut ‘turun gunung’ karena PP itu berpotensi merusak moral bangsa, khususnya bagi remaja dan anak usia sekolah. Sebelumnya, tokoh bangsa lainnya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti, juga telah ‘turun gunung’, meminta agar pemerintah merevisi PP itu.
Baca juga: Berpotensi Dorong Seks Bebas Remaja, PP No 28/2024 Panen Protes
Kepada Tagar.co, Jumat (9/8/024) malam, Din Syamsuddin menyampaikan kegusarannya itu. Menurutnya PP itu merupakan antiklimaks bagi Presiden Jokowi.
“Betapa tidak, gegap gempita revolusi mental di awal masa kepresidenan, kini berubah 180 derajat dengan dekonstruksi mental, yakni perusakan mental anak-anak bangsa,” ucap mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia itu.
Din berpendapat, PP yang antara lain memuat anjuran pelajar membawa kontrasepsi dan membolehan melakukan aborsi, merupakan kejahatan hukum dan konstitusi.
Masih Ada Waktu
Menurutnya UU No. 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan tujuan pendidikan nasional antara lain adalah mewujudkan manusia yang beriman dan berakhlak mulia.
Apalagi, lanjutnya, jika dikaitkan dengan UUD 1945—yang memuat Pancasila dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan Pasal 33 menegaskan negara berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa—maka kebijakan Presiden Jokowi tersebut, selain tidak bijak juga merusak.
“Masih ada waktu bagi Presiden Jokowi untuk meralat bahkan membatalkan PP tersebut. Jika dijawab seperti biasa dengan ungkapan rapopo (tidak apa-apa dikritik), maka konsekuensinya gugatan pelanggaran konstitusi tak terelakkan,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2015 itu.
Dia mengingatkan, kalau Presiden Jokowi mau ‘husnul khatimah’ dalam mengakhiri dua periode kepemimpinannya, maka ia harus membatalkan PP tersebut. (#)
Penulis Mohammad Nurfatoni