Tagar.co

Home » Istikzan, Syariat Meminta Izin
Apa yang dimaksud dengan istikzan? Dalam konteks apa saja istikzan dilakukan? Dalam kondisi apa saja izin untuk tidak berjihad (berperang) diperbolehkan?
Apa yang dimaksud dengan istikzan? Dalam konteks apa saja istikzan dilakukan? Dalam kondisi apa saja izin untuk tidak berjihad (berperang) diperbolehkan?
Meminta izin masuk rumah (Ilustrasi freepik.com)

Apa yang dimaksud dengan istikzan? Dalam konteks apa saja istikzan dilakukan? Dalam kondisi apa saja izin untuk tidak berjihad (berperang) diperbolehkan? Mengapa sebelum memasuki rumah kita harus meminta izin?

Oleh Ustaz Ahmad Hariyadi, M.Si, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (STAINIM).

Tagar.co – Istikzan artinya meminta izin. Istikzan dan derivatnya disebut tidak kurang dari 12 kali dalam Al-Qur’an. Beberapa diantaranya At-Taubah/9:44, 45, 83, 86; dan An-Nur/24:58, 59, 62. Permintaan izin (istikzan) digunakan Al-Qur’an dalam tiga keadaan yang berbeda. Yakni izin tidak berjihad, izin meninggalkan majelis, dan izin memasuki rumah/kamar. 

Minta Izin tidak Berjihad

Allah berfirman: “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa.” (At-Taubah/9:44). 

Baca juga: Riya, Penyakit Hati yang Sulit Terdeteksi

Berperang (sebagai salah satu aplikasi jihad) memang bukan sesuatu yang disukai manusia (Al-Baqarah/2:216), sehingga ketika datang kewajiban berperang karena perintah agama ada di antara manusia yang membuat-buat alasan untuk tidak ikut berperang. Allah mengabadikan kisah orang yang tidak ikut berperang hanya dengan alasan rumahnya tidak terkunci tanpa penjaga (Al-Ahzab/33:13). 

Kebiasaan izin untuk tidak ikut berperang adalah suatu kebiasaan orang-orang munafik, sebagaimana firman-Nya: “Dan apabila diturunkan sesuatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu ‘Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta rasul-Nya’, niscaya orang-orang yang sanggup diantara mereka minta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata, ‘Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk.’” (At-Taubah/9: 86). 

Mereka yang diizinkan untuk tidak berperang adalah: 

  1. Orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit, dan orang-orang yang tidak memperoleh apa-apa yang akan mereka nafkahkan (At-Taubah/9:91) 
  2. Orang-orang yang tidak kebagian fasilitas untuk berangkat jihad lalu mereka menangis karena tidak bisa berangkat (At-Taubah/9:92) 

Minta Izin Keluar dari Majelis 

Allah berfirman: “Apabila mereka meminta izin kepadamu untuk suatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka kepada Allah …” (An-Nur/24:62). 

Izin keluar dari majelis—sudah tentu bukan majelis maksiat—bukan perbuatan yang terpuji. Oleh sebab itu jika pimpinan majelis memberikan izin, maka mintakanlah ampun—mereka yang minta izin—kepada Allah (An-Nur/24:62). 

Minta Izin Masuk Kamar atau Rumah 

Allah berfirman: “Hai orang yang beriman, hendaklah budak-budak yang kau miliki dan orang-orang yang belum balig di antara kamu meminta izin kepada kamu tiga waktu (dalam satu hari). Yaitu sebelum salat Subuh, ketika menanggalkan pakaian di siang hari, dan sesudah salat Isya …” (An-Nur/24:58). 

Terlarang bagi setiap Mukmin untuk memasuki rumah orang lain sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya (An-Nur/24:27), kecuali rumah-rumah yang memang disediakan untuk persinggahan yang tidak berpenghuni (An-Nur/24:29). 

Baca jugaBaiat, Janji Setia pada Nabi Muhammad

Ketika Rasulullah Saw berkunjung ke rumah Qais bin Saad, beliau mengucapkan salam tiga kali, tetapi sengaja Qais tidak menjawabnya, dengan tujuan agar didoakan oleh Rasulullah Saw. Setelah tiga kali salam tidak ada jawaban, Rasulullah Saw pulang. 

Dari gambaran di atas, terlihat bahwa Islam tidak hanya mengatur hal-hal yang besar (seperti izin tidak berperang), tetapi juga mengatur hal-hal yang kelihatannya kecil (izin memasuki kamar). 

Semua ini menjadi saksi bahwa Islam hadir dengan rinci dan siap untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kitalah yang akan melakukannya! (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *