Pertambangan Tidak Relevan dengan Amal Usaha Muhammadiyah
Izin usaha pertambangan yang ditawarkan oleh Pemerintah Presiden Joko Widodo akhirnya diterima oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Terjun ke pertambangan tidak relevan dengan kompetensi inti Muhammadiyah.
Opini oleh Prima Mari Kristanto, Akuntan Publik
Tagar.co – Ormas yang menolak tawaran Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari pemerintah telah berkurang. Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang secara resmi menerima IUP. Ini cukup mengejutkan banyak khalayak, tidak terkecuali para anggota dan simpatisannya.
Konsolidasi Nasional tanggal 27-28 Juli 2024 memutuskan sikap resmi Muhammadiyah perihal tawaran IUP dari pemerintah itu.
Pertambangan di Indonesia terasa janggal karena tidak kunjung mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat seperti di Brunei dan negara-negara Arab. Kesejahteraan Sultan Brunei dari tambang minyak bersama keluarga ikut dirasakan masyarakat.
Terbaru negara Qatar mampu menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 dari hasil tambang yang mampu dikelola secara baik tanpa mengabaikan kesejahteraan masyarakatnya.
Baca juga: Dilema Ormas dalam Izin Usaha Pertambangan
Amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 sudah jelas, “Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Ayat 3 berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Negara mengemban amanat besar dalam perekonomian, mengatur sektor-sektor strategis dalam mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dalam praktiknya, negara membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan melibatkan perusahaan swasta dengan pengaturan serta pengawasan negara bersama unsur masyarakat.
Ormas Bertugas Mengawal Pemerintah
Sangat aneh jika kemudian masyarakat bersama organisasi kemasyarakatan (ormas) serta beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) justru ditawari ikut berbisnis bersama pemerintah.
Lebih aneh lagi jika ormas atau LSM bersedia menerima tawaran atau tantangan pemerintah untuk ikut mengelola cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Sektor pertambangan skala besar, minyak, gas, emas, timah, nikel dan lain-lain memerlukan modal ilmu, skill, keterampilan dan keuangan sangat besar. Hanya negara dan korporasi besar yang memiliki kemampuan mengelola bisnis padat modal juga teknologi.
Baca juga: Muhammadiyah Bertaruh Besar Terima Izin Usaha Pertambangan
Ormas, LSM termasuk pers yang sering disebut Non Government Organizations (NGO) berperan mengawal kebijakan pemerintah yang membuat kebijakan. Dan swasta yang menjalankan bisnis. NGO yang berbisnis bersama pemerintah dan swasta bisa kehilangan nalar kritis atas kegiatan bisnis yang dijalankan bersama.
Tidak Relevan
Badan usaha yang disiapkan Muhammadiyah untuk menjalankan IUP tidak sama dengan amal usaha yang related (berhubungan) dengan misi dakwah, pendidikan, kesehatan, dan sosial.
Amal usaha sebagai gerakan amal saleh dengan semangat wirausaha sebagai ikon Muhammadiyah inisiatif langsung KH Ahmad Dahlan bersama jajaran pendiri, pendahulu perserikatan. Amal usaha membawa misi pelayanan langsung pada masyarakat, bukan melayani pemerintah atau korporasi.
Baca juga: Bagi-Bagi Kursi Komisaris untuk Tim Sukses
Tambang tidak related atau relevan dengan kompetensi inti Muhammadiyah di bidang pendidikan dan kesehatan. Butuh waktu panjang dan biaya belajar sangat besar memasuki bidang yang jauh dari kompetensi inti dan tidak related dengan bidang yang ditekuni.
Sangat banyak bukti kegagalan pada bidang yang dimasuki tanpa kompetensi. Muhammadiyah hasrunya berfokus membangun spesialisasi keunggulan bidang pendidikan dan kesehatan. Serta bisnis yang related lebih aman dibanding coba-coba masuk sektor tambang dan sejenisnya yang menyimpang dari kompetensi inti. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni