Syariat Universal
Apa makna syariat? Benarkah syariat semakna dengan din? Bagaimana kedudukan syariat? Apa maksud syariat universal?
Oleh Ustaz Ahmad Hariyadi, M.Si, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (STAINIM).
Tagar.co – Syariat berarti jalan, peraturan, atau undang-undang. Orang Arab tempo dulu mempergunakan kata syariat untuk sebutan bagi jalan setapak yang menuju ke palung air yang tetap, yang diberi tanda sehingga terlihat dari jarak yang jauh.
Syariat hanya disebut sekali dalam Al-Qur’an yaitu surat Al-Jatsiyah/45:18. Namun terdapat beberapa kata yang memiliki akar kata yang sama dengan syariat.
Seperti: syara’a (Asy-Syura/42:13), syir’ah (Al-Maidah/5:48), dan syara’u (Asy Syura/42:21).
Baca juga: Ashabulkahfi, Kisah Penghuni Gua selama 309 Tahun
Al-Qur’an menggunakan kata syariat dalam beberapa contoh berikut:
- Asy Syura/42:21: “Apakah mereka mempunyai sesembahan-sasembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tidak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan.”
- Al-Jatsiyah/45:18: “Kemudian Kami jadikan kamu berdua di atas suatu syariat dari urusan (agama) itu, ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.”
Syariat Adalah Agama?
Dari penggunaan kata syari’at di atas terlihat bahwa makna syariat dekat dengan makna din. Syariat Allah merupakan peraturan yang ditetapkan Allah bagi manusia.
Syariat Allah itu memuat aturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah dan aturan berhubungan dengan sesama manusia atau alam lainnya.
Aturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah itu biasa disebut qaidah ubudiah; sedangkan aturan yang mengatur hubungan dengan sesama manusia atau alam lainnya disebut dengan qaidah mu’amalah.
Baca juga: Ijtihad dalam Hukum Islam
Allah telah menetapkan bahwa syariat-Nya (Islam) sudah sempurna, tidak akan ada lagi syariat baru. Berubahnya zaman bukan suatu alasan yang dapat dibenarkan untuk mengubah syari’at Allah.
Sebab apa saja yang akan terjadi di dunia ini berada dalam pengetahuan-Nya, dan menurut pengetahuan-Nya pula syariat-Nya cocok untuk diterapkan kapan saja.
Syariat itu datang untuk menjadi rahmatanlilalamin (rahmat bagi alam semesta). Tidak ada satu tempat pun yang tidak dimungkinkan untuk diberlakukan syariat Allah, dan tidak ada satu orang pun yang tidak mampu untuk menerima syari’at-Nya.
Baca juga: Syafaat Menurut Al-Qur’an
Syariat Allah Bersifat Universal
Secara teoritis, karena Allah yang menciptakan alam semesta maka hanya syariat Allah-lah yang tepat untuk diberlakukan. Dengan memakai syariat-Nya, kehidupan akan terasa tenang dan damai.
Sebaliknya pemberlakuan syariat yang lain, hanya akan mempercepat terjadinya kerusakan di alam ini.
Kejahilan dan kesombongan jenis apakah yang menyelimuti diri seseorang, yang menyebabkan dia enggan memberlakukan syariat Allah bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakatnya? (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni