Syafaat di Mata Orang Kafir
Syafaat, bagaimana pandangan orang kafir tentangnya? Benarkah berhala mereka bisa memberi syafaat? Siapakah yang berhak memberi syafaat? Kepada siapakah syafaat diberikan? Apa saja syarat berlakunya syafaat? Bagaimana dengan syafaat Nabi?
Oleh Ustaz Ahmad Hariyadi, M.Si, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (STAINIM).
Tagar.co – Syafaat artinya perantara, permohonan, atau pertolongan. Kata ini disebut sebanyak 13 kali dalam Al-Qur’an.Beberapa di antaranya: An-Nisa’/4:85; Maryam/19:87; Az-Zuhruf/43:86; dan lain-lain.
Kata yang memiliki akar kata yang sama dengan syafaat—yang terdapat juga dalam Al-Qur’an—adalah yasyfa’u, syafi’ina, syufa’a, dan syufauna. Secara istilah syafaat adalah usaha perantaraan dalam memberikan suatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan suatu mudarat bagi orang lain (lihat anotasi Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI).
Baca juga: Syafaat Menurut Al-Qur’an
Syafaat di Mata Orang Kafir
Orang-orang musyrik beranggapan bahwa sesembahan yang diibadahi selain Allah atau bersama Allah memiliki kekuasaan untuk memberi syafaat di sisi Allah. “Dan mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan mudarat kepada mereka dan tidak pula manfaat, dan mereka berkata: “Mereka (sesembahan) itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah.” (Yunus/10:18).
Tetapi Al-Qur’an menolak anggapan ini. Sesembahan mereka tidak dapat memberi pertolongan sedikit pun (Az-Zumar/39:43, Maryam/19:81-82).
Milik Allah
Semua syafaat itu milik Allah. “Katakanlah: hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Az-Zumar/39:44).
Tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali dengan izin Allah. “…Tiada seorang pun yang memberi syafaat kecuali sesudah ada keizinan-Nya. Zat yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu. Maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (Yunus/10:3 baca juga Al-Baqarah/2:255).
Baca juga: Syifa’, Al-Qur’an Merupakan Onat
Malaikat telah memberikan syafaat dengan cara membisikkan kepada manusia agar berbuat kebaikan, dan berdoa agar Allah berkenan memberikan rahmat dan ampunan kepada mahluk-Nya.
“Hampir saja langit itu pecah dari sebelah atasnya (karena kemahabesaran Allah) dan Malaikat-Malaikat bertasbib serta memuji Tuhannya dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang berada di bumi.” (Asy-Syura/42:5, baca juga An-Najm/53:26, dan Al-Mu’min/40:7-9)
Syafaat Nabi
Para Nabi telah memberikan syafaat dengan cara mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju sinar ilahi dengan doa, suri teladan, dan perjuangan fisik. Allah berfirman: “Sebagaimana kami telah mengutus kepadamu rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepadamu, dan mensucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.” (Al-Baqarah/2:151).
Baca juga: Ashabulkahfi, Kisah Penghuni Gua selama 309 Tahun
Orang Mukmin telah memberi syafaat dengan doa dan teladan yang dapat diikuti dan bermanfaat bagi Mukmin lainnya. “Mereka tidak dapat memberi syafaat, kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.” (Maryam/19:87). Mengadakan perjanjian dengan Allah artinya orang yang menjalankan segala perintah Allah dengan beriman dan bertakwa kepada-Nya.
Dua Syarat Berlakunya Syafaat
a. Pemberi syafaat-nya mendapat izin dari Allah
Tidak satu orang pun yang bisa memaksakan syafaat-nya agar terjadi terhadap seseorang, walaupun seseorang itu merupakan orang yang dicintainya. “Siapakah yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?” (Al-Baqarah/2:255).
b. Yang diberi syafaat diridai Allah
Tidak berlaku syafaat kepada orang-orang yang kafir, musyrik, dan zalim. “Dan mereka tiada memberi syafaat, melainkan kepada orang-orang yang diridai Allah” (Al-Anbiya721:28).
Berharaplah untuk mendapat syafaat, dan berdirilah pada posisi yang memungkinkan untuk mendapatkannya! (*)
Penyunting Mohammad Nurfatoni