Hukum alam sejatinya tidak otonom. Dia selalu dalam ‘genggaman’ atau kuasa Tuhan. Tetapi kuasa Tuhan itu sebagian telah didelegasikan kepada alam dengan sunatullah atau yang disebut hukum alam.
Telaah oleh Mohammad Nurfatoni, lulusan Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Surabaya, aktif diskusi di Forum Studi Islam Surabaya.
Tagar.co – Secara hakikat semua yang terjadi di alam semesta ini tidak lepas dari kuasa Tuhan. Semua adalah dalam ‘genggaman tangan’ Tuhan.
Tapi jangan dilupakan, kuasa Tuhan itu sebagian telah ‘didelegasikan’ melalui hukum alam atau ada yang menyebut sunatullah.
Misalnya: Tuhan telah beri petunjuk (Thaha: 50), ukuran yang pasti (kadar) (Al-Qamar: 49), dan menetapkan hukum-hukum-Nya yang berlaku di alam semesta. “Demikianlah hukum Allah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu.” (Al-Fath 48)
Baca juga: Tafsir Surat Al-Insyirah: Satu Kesulitan Beragam Jalan Keluar
Sebagai contoh sederhana, jika ingin memproduksi buah rambutan, maka tanamlah pohon rambutan, jangan tanam pohon mangga. Inilah salah satu hukum alam.
Pada biji rambutan telah ditetapkan hukum padanya untuk menjadi rambutan, bukan mangga.
Jika ingin punya anak, maka jangan membujang, tetapi menikahlah! Sebab dalam pernikahan, telah ditetapkan adanya hukum pembuahan, yang menjadi awal cikal bakal jabang bayi.
Ciri-Ciri Hukum Alam
Alam semesta ini telah diberi hukum atau sunatullah, yang bersifat exact (pasti), immutable (tetap), dan objektif (tak pandang bulu). Sunatullah itu membuat, misalnya, benda selalu akan jatuh ke bawah karena tertarik gaya gravitasi bumi. Atau air akan mendidih pada suhu 100 derajat celsius pada tekanan 1 atmosfir.
Hukum alam pula yang membuat matahari selalu terbit dari ‘timur’ dan tenggelam di ‘barat’. Dari sunatullah juga ilmuwan bisa menghitung kapan terjadinya gerhana matahari, sampai hitungan detail: menit dan detiknya.
Hukum Alam dan Iptek
Mengutip Nurcholish Madjid dalam Islam, Doktrin, dan Peradaban (1992), hukum kepastian berupa sunatullah ini membawa implikasi pada manusia. Yaitu keniscayaan manusia untuk mengenal ‘watak’ alam, sekaligus menjadikan manusia ‘terbatasi’ oleh alam.
Maka, dengan sunatullah, manusia berpeluang untuk berhasil atau tidak dalam kehidupannya, tergantung sejauh mana manusia mampu memahami dan ‘mengikuti’ sunatullah—sebagian menyebut hukum alam, karena berpandangan alam itu otonom.
Di sini berlaku hukum objektivitas alam. Siapa pun akan memperoleh kemanfaatan alam selama ia mampu ‘bercengkerama’ dengan alam sesuai dengan sunatullah.
Yang menemukan teori Bernoulli maka ia akan mendapatkan manfaat bisa menerbangkan pesawat udara! Yang mampu menangkap gejala dan efek listrik, maka ia akan memperoleh temuan energi listrik: cahaya ataupun panas. Tak peduli ia Muslim ataupun kafir.
Bentuk usaha manusia untuk memahami dan ‘mengikuti’ alam adalah dengan mengerahkan dan mencurahkan akalnya. Maka alam menjadi objek pemahaman, sekaligus sumber pelajaran hanya bagi mereka yang berpikir.
Dengan demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tidak lain adalah hasil usaha manusia dalam memahami dan ‘mengikuti’ sunatullah. Seberapa besar iptek berhasil ditemukan tergantung sejauh mana ia sukses dalam menguasai sunatullah.
Semakin ia bekerja keras memahami sunatullah, maka tingkat penguasan iptek semakin besar. Demikian juga sebaliknya. Siapa yang malas memahami sunatullah, maka ia tak akan memperoleh apa-apa. Bahkan dalam implikasinya nanti akan menjadi objek dan bulan-bulanan dari mereka yang menguasai iptek.
Kuasai Dunia dengan Iptek
Terjadinya hegemoni dunia Barat, kini, terhadap mayoritas bangsa Muslim dunia di antaranya karena penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia Barat yang superior dan sebaliknya dengan bangsa Muslim. Maka kita lihat bangsa Muslim menjadi bulan-bulanan dunia Barat, kecuali beberapa negara Muslim yang mampu mengembangkan iptek sendiri seperti Republik Islam Iran.
Dengan teknologi nuklir yang ‘dikuasainya’, Iran berhasil sedikit membalik hegemoni itu. Iran menjadi negara yang menakutkan dunia Barat. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan dunia Barat, khususnya Amerika Serikat, untuk menghentikan capaian penting Iran di bidang teknologi nuklir itu.
Dalam konteks ini jika umat Islam ingin menguasai iptek maka ikutilah hukum alam dengan belajar yang keras dan tekun sepanjang hayat.
Terakhir, tetap harus dicamkan bahwa pemahaman yang benar terhadap sunatullah sekaligus akan mengantarkan manusia untuk memahami siapa di baliknya, yakni Tuhan Sang Pencipta. (#)
