Dulu Dianggap Tabu, Donor Darah di Desa Tempeh Lor Akhirnya Disambut Antusias
Awal mula mengadakan kegiatan donor darah di Tempeh Lor tidaklah mudah. Masyarakat merasa takut donor darah. Kultur pedesaan yang masih kuat membuat kegiatan ini dianggap tabu. Banyak mitos yang salah tentang donor darah.
Tagar.co – Bus berkelir merah putih berlogo Palang Merah Indonesia itu diparkir tepat di halaman Balai Desa Tempeh Lor, Rabu (3/7/2024). Bus ini dilengkapi dengan fasilitas dan dirancang khusus untuk memudahkan proses donor darah di berbagai lokasi.
Dilengkapi dengan AC dan seat alias kursi yang bisa disetel untuk mengunjurkan kedua kaki, bus itu membuat pendonor darah seperti berada dalam bus pariwisata. Ada empat kursi yang tersedia. Dua di bagian depan dan dua di bagian belakang. Desain ini memungkinkan proses pengambilan darah berjalan lebih cepat dan efisien.
Dua petugas terlatih berada di dalam bus itu. Keduanya dengan sigap melayani pendonor. Setiap pendonor mendapatkan perhatian khusus dari dua petugas yang siap membantu dan memastikan kenyamanan selama proses donor darah berlangsung.
Baca juga: Ambulans Lazismu Lumajang, Saksi Bisu Aksi Kemanusiaan
Di bus itulah Kepala Desa Tempeh Lor Suyono dan puluhan warganya ikut mengamalkan semboyan PMI “Setetes Darah untuk Sejuta Jiwa’ dengan menjadi pendonor darah
“Berbagi tidak hanya dengan harta, tetapi dengan darah dapat menyelamatkan banyak nyawa,” kata Suyono saat ikut meramaikan kegiatan donor darah.
Aksi donor darah menjadi spesial, karena bersamaan dengan Festival Seni dan Budaya di Desa Tempeh Lor, Kecamatan Tempeh, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Selain pameran karya seni, ada juga pertunjukan budaya yang memukau.
Suyono, purnawirawan TNI itu menjelaskan, kegiatan donor darah merupakan upaya untuk menjaga kesehatan masyarakat desa.
“Kegiatan ini kami lakukan rutin setiap tiga bulan sekali. Berbagi itu tidak harus dengan harta, tetapi dengan darah kita juga bisa menyelamatkan banyak nyawa,” ujarnya penuh semangat. Ungkapan ini menggambarkan betapa pentingnya kegiatan tersebut bagi kesejahteraan masyarakat.
Acara donor darah ini tidak hanya mendapat dukungan dari Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Lumajang, tetapi juga disambut dengan antusias oleh warga desa. Pada gelombang pertama kegiatan donor darah, berhasil dikumpulkan 32 kantong darah dari 56 orang yang hadir.
Meskipun beberapa orang tidak dapat mendonorkan darah karena tekanan darah yang tinggi, hal ini tidak menyurutkan semangat dan antusiasme warga untuk berpartisipasi.
Dianggap Tabu
Suyono mengakui, awal mula mengadakan kegiatan donor darah tidaklah mudah. “Masyarakat awalnya merasa takut untuk mencoba donor darah. Kultur pedesaan yang masih kuat membuat kegiatan ini dianggap tabu,” kenangnya. Dalam masyarakat pedesaan, banyak yang masih percaya pada mitos dan informasi yang salah tentang donor darah, yang membuat mereka enggan untuk berpartisipasi.
Selain itu, waktu pelaksanaan juga menjadi tantangan tersendiri. Mayoritas warga Tempeh Lor adalah petani yang sibuk dengan aktivitas mereka di pagi dan siang hari. “Mereka memiliki jadwal yang padat di ladang, sehingga sulit untuk hadir pada kegiatan donor darah yang diadakan pada jam-jam tersebut,” tambah Suyono. Oleh karena itu, untuk mengatasi kendala ini, Suyono dan timnya harus mencari waktu yang tepat agar lebih banyak warga dapat berpartisipasi.
Dalam festival kali ini, persiapan yang matang dan koordinasi yang baik dengan berbagai pihak telah berhasil menarik lebih banyak peserta. “Kerja sama dengan berbagai pihak seperti karang taruna, kelompok informasi masyarakat, linmas, dan para kader posyandu sangat membantu suksesnya acara ini,” ujarnya.
Persiapan yang matang terlihat dari berbagai aspek. Pendamping desa, mantri, dan bidan turut terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan donor darah ini. Mereka melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya donor darah, menghilangkan rasa takut, dan memberikan edukasi yang benar. Selain itu, mereka juga membantu dalam proses teknis seperti pemeriksaan awal bagi para calon pendonor.
Pada hari pelaksanaan, suasana di pelataran balai desa sangat ramai. Warga datang tidak hanya untuk menikmati festival seni dan budaya, tetapi juga untuk mendonorkan darah mereka. “Hingga siang hari, sekitar 15 orang telah berhasil mendonorkan darahnya, dan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah,” kata Suyono.
Dia menambahkan, banyaknya warga yang datang, karena adanya kegiatan festival. “Ini emang sengaja digelar bersamaan dengan donor darah, sehingga menarik minat lebih banyak orang,” tambahnya.
Warga yang hadir menunjukkan semangat gotong royong yang tinggi. Mereka saling mendukung dan menguatkan satu sama lain untuk berpartisipasi dalam donor darah. Beberapa warga yang awalnya ragu-ragu akhirnya memberanikan diri untuk mendonorkan darah setelah melihat dukungan dari teman dan keluarga mereka.
Baca jiga: Bantu Prima Menyulam Harapan, Melawan Penyakit Langka Epidermolysis Bullosa
Suyono berharap, kegiatan donor darah ini bermanfaat bagi orang lain dan masyarakat Desa Tempeh Lor agar selalu sehat. Bagi dia, kesehatan masyarakat adalah prioritas utama, dan kegiatan donor darah ini merupakan salah satu cara untuk mencapainya. Lewat kegiatan ini, dia juga berharap dapat mengubah pandangan masyarakat terhadap donor darah dan menghilangkan rasa takut yang tidak beralasan.
Kisah sukses kegiatan donor darah di Desa Tempeh Lor ini tidak lepas dari kerjacsama dan gotong royong berbagai pihak. Mulai dari pemerintah desa, Palang Merah Indonesia, karang taruna, kelompok informasi masyarakat, linmas, hingga para kader posyandu. Semua bekerja sama dengan tujuan yang sama, yaitu menjaga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Kerja sama yang baik ini menunjukkan, dengan persiapan yang matang dan koordinasi yang efektif, tantangan apapun bisa diatasi. Masyarakat Tempeh Lor telah membuktikan bahwa mereka bisa bersatu padu untuk mencapai tujuan bersama. (#)
Jurnalis Kuswantoro Penyunting Darul Setiawan