Tagar.co

Home » Segarkan Dahaga dengan Dawet Siwalan Paciran
Dawet siwalan termasuk minuman khas Paciran Lamongan yang banyak disajikan di Jalan Daendels Paciran seperti di kedai Lilik Khumaidah. Minuman ini terbuat buah siwalan alias buah lontar dengan air gula aren dan santan.

Segarkan Dahaga dengan Dawet Siwalan Paciran

Dawet siwalan termasuk minuman khas Paciran Lamongan yang banyak disajikan di Jalan Deandels pantura seperti di kedai Lilik Khumaidah. Minuman ini terbuat buah siwalan alias buah lontar dengan air gula aren dan santan.
Es dawet siwalan, minuman khas Paciran Lamongan (Tagar.Co/Nely Izzatul)

Dawet siwalan termasuk minuman khas Paciran Lamongan yang banyak disajikan di Jalan Daendels Paciran seperti di kedai Luluk Khumaidah. Minuman ini terbuat buah siwalan alias buah lontar dengan air gula aren dan santan.

Tagar.co – Siang terik, paling segar mencoba dawet siwalan yang merupakan salah satu kuliner terkenal di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Hampir sama seperti es dawet pada umumnya yang terbuat dari campuran air gula dan santan, dawet siwalan terbuat dari air gula aren dan santan namun berisi buah siwalan atau buah lontar.

Siwalan adalah sejenis buah palma yang memiliki banyak kandungan air. Buah ini memiliki bentuk seperti kolang-kaling tapi dengan ukuran yang lebih besar. Teksturnya berair dan agak kenyal. Di Kecamatan Paciran banyak tumbuh pohon siwalan ini. 

Baca juga: Balung Dinosaurus Bakar, Kuliner Yogyakarta yang Menggoda

Di tengah siang terik pada Selasa, (2/7/2024) saya mencoba mengunjungi salah satu kedai dawet siwalan milik Luluk Khumaidah yang terletak tidak jauh dari Masjid Ma’fuwan Paciran. 

Kedai Luluk Khumaidah merupakan kedai langganan abah dan ibu saya, ketika masih sering mengunjungi adik saya di Pesantren Al Ishlah Sendangagung, Paciran, Lamongan, Jawa Timur.

Biasanya, sebelum berkunjung ke Pondok Al Ishlah, ibu akan membeli beberapa bungkus dawet siwalan untuk adik saya sebagai oleh-oleh. 

Selain karena perahan santannya selalu baru (tidak kecut), menurut ibu saya, harga dawet siwalan di kedai di Lilik Khumaidah relatif lebih murah dari pada yang lain. 

Luluk Khumaidah saat menjaga dagangannya. Selain dawet siwalan, di kedai tersebut juga tersedia egen, gorengan, rujak, jumbrek, tahu kecap, petis, dan terasi, khas Paciran (Tagar.Co/Nely Izzatul)

Saat saya wawancarai, Luluk mengaku sejak kecil sudah sering ikut Ibunya berjualan dawet siwalan ini. Sekarang dialah yang melanjutkan usaha itu.

“Saya ingat, sejak tahun 1989-an sering ikut mak jualan. Itu saya masih kecil,” katanya. 

Menurut dia, berjualan dawet siwalan ini ada kalanya sepi, kadang juga ramai. Uang yang dia peroleh dalam sehari juga tidak menentu. 

“Kadang Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu. Biasanya kalau masa-masa sepi ya sehari Rp 100 ribu,” ucapnya. 

Baca juga: Soto Cak Har Bikin Ketagihan

Namun Luluk mengaku tetap bersyukur. Sedikit banyak rezeki yang ia peroleh tetap ia syukuri.

“Biasanya kalau lagi rame-ramenya, sehari bisa dapat 1 juta sampai 3 juta. Ramai itu biasanya pada momen libur Idulfitri,” imbuhnya. 

Sementara pada bulan Agustus, biasanya terbilang sepi. “Karena bulan Agustus itu orang-orang fokusnya pada karnaval dan kegiatan Agustusan. Selain itu para nelayan juga biasanya sepi melaut. Jadi sepi pembeli,” ungkapnya. 

Atas usaha berjualan dawet siwalan itu, Luluk berhasil menguliahkan anaknya di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan saat ini anaknya sudah bekerja di Surabaya.

“Alhamdulillah berkah. Dari jualan dawet bisa menguliahkan anak saya. Meskipun juga tetap dari beasiswa KIP,” ujarnya. 

Selain dawet siwalan, di kedai tersebut juga tersedia es legen, gorengan, rujak, jumbrek, tahu kecap, petis dan terasi. (#) 

Jurnalis Nely Izzatul Penyunting Mohammad Nurfatoni

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *