Kekuatan Imaji dalam Puisi Perahu Kertas Sapardi Djoko Damono
Kekuatan imaji dan kata sederhana dalam puisi Perahu Kertas, Sapardi Djoko Damono ingin menghidupkan fantasi-fantasi dalam pengalaman kemanusiaan kita.
Tagar.co – Sapardi Djoko Damono adalah sosok sastrawan yang memiliki kekuatan dalam kata. Walaupun penggunaan diksi kata sederhana, tetapi di balik kesederhanaan itu, kekuatan makna selalu terpelihara dengan sempurna.
Sastrawan asli Surakarta ini mampu mengungkapkan hati lewat bahasa imajinatif, yang memiliki makna dan arti sangat indah.
Selain Hujan Bulan Juni, sastrawan asli Surakarta ini memiliki puisi yang sangat ikonik yaitu Perahu Kertas. Puisi ini pun sering digubah dalam bentuk musikalisasi puisi, yaitu puisi yang dinyanyikan, diharmonisasikan dengan iringan alat musik.
Berikut puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono
Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas
dan kaulayarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang,
dan perahumu bergoyang menuju lautan.
“Ia akan singgah di Bandar-bandar besar,” kata seorang
lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan
berbagai gambar warna-warni di kepala. Sejak itu
kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari
perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.
Akhirnya kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah
Banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit.”
Perahu Nuh
Menyelami puisi ini, pembaca akan dibawa pada penggambaran tentang tingkat keimanan seseorang terhadap Tuhan mengenai ketulusan dan keikhlasan. Hal ini terlukis dalam sikap seorang anak yang menunggu kabar dari perahu yang tak pernah lepas dari rindu-Nya.
Sikap seorang anak beserta Nabi Nuh yang percaya perahu kertasnya sudah dipergunakan untuk menyelematkan semua makhluk hidup dari bencana besar.
Dalam larik puisi, “Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas dan kau layarkan di tepi kali” mengibaratkan perahu itu adalah sebuah cita-cita dan angan-angan besar yang diimpikan dan diinginkan oleh seorang anak.
Baca juga: Puisi Hujan Bulan Juni, Romantisme ala Sapardi Djoko Damono
Menghubungkan dengan kisah Nabi Nuh yang terdampar di sebuah bukit dan perahunya tenggelam karena banjir bandang yang besar. Seperti yang terdapat dalam larik ini bahwa imajinasi bisa benar-benar menjadi kenyataan agar ingin berusaha siapa pun pasti bisa melakukannya.
Oleh karena itu, Sapardi dengan imajinya ingin menghubungkan sebuah sejarah dengan angan-angan seorang anak.
Sapardi, secara tersirat, ingin menunjukkan bahwa dongeng yang disampaikan dapat menjadikan seseorang untuk berimajinasi seperti yang ada di dalam dongeng. Kisah sejarah juga dapat memberikan motivasi untuk memiliki keinginan yang sama dengan yang ada di dalam sejarah atau cerita.
Dalam proses kreatif, Sapardi menyadari betapa pentingnya imaji sebagai unsur dominan dalam puisi. Melalui imaji-imaji yang konkret dalam puisi-puisinya, Sapardi menghidupkan fantasi-fantasi kita, hingga kita menemukan kembali dunia luar dan dunia dalam di dalam pengalaman kemanusiaan kita.
Dengan imaji visual yang mudah ditangkap oleh pengindraan kita, misalnya dalam sajak Perahu Kertas, Sapardi membawa kita ke pengalaman masa kecil kita bermain-main dengan perahu kertas yang kita layarkan di tepi kali menuju lautan dan akhirnya kita terhenyak dengan imaji yang dicuatkan Sapardi di akhir sajaknya itu?
Akhirnya kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya, telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar/dan kini terdampar di sebuah bukit. (#)
Penulis Ichwan Arif Penyunting Mohammad Nurfatoni