Film Ipar Adalah Maut Terinspirasi Hadis Nabi?
Dikisahkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi bersabda: “Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita”. Lalu seorang laki-laki Ansar bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” Beliau menjawab, “Hamwu (ipar) adalah maut.”
Tagar.co – Dunia perfilman Indonesia tengah dihebohkan oleh film berjudul Ipar Adalah Maut produks MD Pictures. Film yang disutradarai Hanung Bramantyo serta dibintangi Michelle Ziudith, Deva Mahenra, dan Davina Karamoy, tersebut, cukup membuat penonton geram akan alur ceritanya.
Film yang dirilis pada 13 Juni 2204 tersebut diangkat dari kisah nyata seorang konten kreator TikTok, Eliza Sifa. Dikisahkan, Nisa (Michelle Ziudith) bertemu dengan Aris (Deva Mahenra) seorang profesor yang pintar nan menarik yang pada akhirnya disatukan dalam ikatan yang halal.
Pernikahan mereka pun tampak seperti cerita dongeng yang indah. Terutama sejak anak pertama mereka lahir ke dunia. Namun kehidupan pernikahan tak semulus yang dikira, masalah pun datang ke dalam kehidupan keluarga kecil itu. Di saat ibunda Nisa menitipkan anak keduanya, Rani (Davina Karamoy) untuk tinggal bersama.
Awalnya Rani menjaga jarak dengan Aris. Namun, tidak berlangsung lama hingga akhirnya tabir gelap terungkap. Ternyata, belakang Nisa, Aris menjalin hubungan gelap dengan adik istrinya.
Hadis tentang Ipar
Judul film itu sepertinya mengambil dari kutipan hadis Rasulullah yang bermakna sama. Dosen Program Studi (Prodi) Hukum Keluarga Islam (HKI) Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr. Syamsurizal Yazid, M.A. pun ikut mengulas korelasi film tersebut dengan hadis Nabi.
Pakar hadis tersebut membahas lebih dalam apa yang menyebabkan turunnya hadis (asbabun nuzul) hadis tersebut. Dikisahkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita”.
Lalu seorang laki-laki Ansar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” Beliau menjawab, “Hamwu (ipar) adalah maut.” (HR Bukhari No. 5232 dan Muslim No. 2172).
Hamwu yang dimaksud dalam hadis di atas bukan hanya ipar saja namun setiap kerabat dekat istri yang bukan mahram. Hadis di atas juga mengajarkan larangan berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahram.
Karena dalam hadis sudah disebutkan pula hal lainnya. “Janganlah salah seorang di antara kalian berdua-duaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya.” (HR Ahmad 1: 18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, para perawinya tsiqah sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Baca juga: Ibu Peradaban Itu Bernama Siti Hajar
Ia memaparkan, dilihat dari segi teks hadis, sudah bisa dilihat bahwa munculnya hadis ini berkaitan dengan pertanyaan dari seorang lelaki Ansar tadi. Nabi sendiri menyamakan ipar adalah maut karena dianggap hal itu akan membahayakan serta menyebabkan perselingkuhan, perzinaan, dan hal tidak baik lainnya.
Di dalam kitab An-Nawawi dijelaskan, yang dimaksud al-hamwu adalah kerabat suami, selain ayah dan anaknya. Karena ayah dan anak suami adalah mahram bagi istri. Boleh berduaan dengannya, dan tidak disebut sumber maut (kehancuran). Namun yang dimaksud dalam hadis adalah saudara suami atau istri, keponakan, paman, sepupu dan lainnya, yang bukan mahram baginya.
“Maka dengan adanya hadis tersebut terdapat hukum fikih yang artinya dilarang berdua-duaan dengan ipar. Tentunya dilandasi alasan supaya kehidupan rumah tangga tidak terjadi perselingkuhan dan bisa tercipta rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. Serta hadis ini diperkuat oleh ayat Al-Qur’an Surat Al-Isra: 32 tentang larangan mendekati zina,” kata Rizal, Sabtu (29/6/2024).
Dia menambahkan, dari beberapa penjelasan tersebut, kita harus memahami bahwa Rasulullah mengingatkan untuk berhati-hati di dalam kehidupan khususnya berumah tangga.
“Kebanyakan masyarakat saat ini menganggap bahwa ipar yang bergaul berlebihan dengan istri atau suami adalah hal yang biasa saja. Padahal sudah jelas terdapat hukum fikih yang menjelaskan bahwa itu bukan mahram. Maka dari itu harus ada batasan yang dipatuhi agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan,” katanya. (#)
Penulis Nely Izzatul Penyunting Mohammad Nurfatoni