Aya Sofya, Warisan Kristen Jadi Mualaf

0
Aya Sofya ternyata properti pribadi Sultan Mehmet. Ada kutukan bagi siapa saja  yang mengubah masjid ini.

Jemaah salat Jumat di Masjid Aya Sofya meluber sampai lapangan (Tempo)

Aya Sofya ternyata properti pribadi Sultan Mehmet. Ada kutukan bagi siapa saja  yang mengubah masjid ini.
Jemaah salat Jumat di Masjid Aya Sofya meluber sampai lapangan (Tempo)

Aya Sofya ternyata properti pribadi Sultan Mehmet. Disebut juga Hagia Sophia, bahasa Latin, yang artinya kebijaksanaan suci. Ada kutukan bagi siapa saja yang mengubah masjid ini.

Tagar.co – Aya Sofia atau Hagia Sophia menjadi ikon Kota Istambul Turki. Orang Turki menyebutnya Aya Sofya. Nama Hagia Sophia itu sebutan bahasa Latin. Artinya kebijaksanaan suci.

Gedung ini mulai dibangun tahun 360 sebagai gereja agung Ortodoks di zaman Kaisar Bizantium Konstantinus II di Kota Konstantinopel. Kemudian diperbaiki antara tahun 532-537 M di masa Kaisar Yustianus I. 

Arsitekturnya ahli fisika  Isidore Miletus dan Anthemius Tralles dari Yunani. Keduanya menghitung pembangunan kubah besar agar mendapatkan ruang yang luas di bawahnya. Tempat ini juga dipakai untuk penobatan kaisar.

Pasukan salib pernah menduduki gereja Ortodok ini dan mengubahnya menjadi Katedral Katolik Roma tahun 1204. Di kurun waktu ini gereja itu pernah terbakar dan rusak oleh tiga gempa bumi. Satu kubahnya ada yang  runtuh. 

Konstantinopel kemudian dikuasai Sultan Mehmet al-Fatih dari Turki Utsmaniyah pada tahun 1453. Butuh waktu dua bulan menaklukkan kota itu. Dimulai 6 April 1453 dengan mengerahkan 80.000 prajurit mengepung benteng kota.

Baca juga: Misteri Tiang Ummu Hani di Masjidilharam

Kaisar Bizantium Constantine XI berusaha mempertahankan. Namun jumlah pasukannya 7.000 prajurit. Akhirnya kota itu takluk pada 29 Mei 1453.

Konstantinopel berganti nama menjadi Islam Bul. Artinya negeri Islam. Lambat laun pengucapannya berubah menjadi Istambul. 

Sultan Mehmet menerima kunci Aya Sofya dari Patriark Gennadius II. Sultan Mehmet mengubah gereja itu menjadi masjid dengan menunjuk arsitek Mimar Sinan. Fondasi diperbaiki. Dua menara ditambahkan di sisi barat. 

Ornamen Kristen di langit-langit ditutup. Dibuat ornamen  baru motif Islam dan kaligrafi. Nama-nama Khulafaurrasyidin menghiasi interior masjid. Juga membangun mihrab dan mimbar.

Di masa pemerintahan Sultan Mahmud I dibangun madrasah di salah satu ruangnya. Juga dibangun air mancur. Renovasi struktur bangunan paling detail dilakukan oleh arsitek Swiss pada kurun waktu 1847-1849.

Jadi Museum

Revolusi Turki yang dipimpin Mustafa Kemal Ataturk akhirnya membubarkan Khilafah Utsmaniyah pada 3 Maret 1924. Proses sekulerisasi berjalan di semua bidang seperti konstitusi, pemerintah, agama, sekolah, bahasa. 

Situasi ini ikut mengubah status Aya Sofya. Pada tahun 1934 Presiden Mustafa Kemal dan anggota Dewan Menteri memutuskan mengubah Aya Sofya menjadi museum. Protes kaum muslim diabaikan.

Yildiray Ogur, penulis Turki, dalam tulisannya di middleeasteye.net menjelaskan, Thomas Whittemore adalah arkeolog Amerika yang memengaruhi Mustafa Kemal Ataturk dan Dewan Menteri Turki untuk mengubah Masjid Agung Aya Sofya menjadi museum. 

Baca juga: Khalifah Umar bin Abdul Aziz Akhiri Caci Maki pada Ali di Khotbah Jumat

Awalnya pada 12 Juni 1929, delapan orang Amerika kaya dan tokoh Turki dimotori Thomas Whittemore mendirikan Institut Bizantium Amerika.

Agenda pertama menyelamatkan artefak Aya Sofya sebagai warisan Bizantium. Dia menggalang donatur Amerika melestarikan warisan arkeologi itu.

Tim ini melepas plester yang menutup mosaik dan ornamen Bizantium di langit-langit kubah Aya Sofya pada Juni 1931. Maka lukisan Yesus, Maria, dan malaikat bersayap tampak. Selesai renovasi kemudian pemerintah Turki menetapkan Aya Sofya menjadi museum dan junjungan wisata.

Milik Sultan Mehmet

Zaman berganti Presiden Turki Tayyip Erdogan mengubah Aya Sofya menjadi masjid lagi pada Jumat (10/7/2020). Shalat Jumat pertama diadakan pada 24 Juli 2020.

Pengubahan status ini lewat vonis Pengadilan Turki yang membatalkan keputusan Presiden Turki Mustafa Kemal Ataturk tahun 1934. 

Erdogan menegaskan, Aya Sofya terbuka untuk muslim, umat Kristen, dan warga asing. Rakyat Turki berhak mengubah bangunan berusia 1.500 tahun itu jadi masjid.

Unesco, Dewan Gereja Dunia, dan Yunani mengecam perubahan fungsi  itu karena sudah disepakati sebagai museum. 

Baca juga: Ka’bah dan Sejarah Haji

Pemerintah Turki ternyata memiliki dokumen yang menyebut Aya Sofya milik pribadi Sultan Mehmet. Dokumen itu ditulis di kulit rusa yang panjangnya 66 meter.

Dengan bukti dokumen kulit rusa itu Dewan Negara Turki menerima argumen dari pengacara pemerintah yang mengajukan pembatalan keputusan tahun 1934 oleh Dewan Menteri tentang perubahan Masjid Aya Sofya menjadi museum.  

Keputusan Dewan Negara Turki ini dikeluarkan Jumat 10 Juli 2020. Dengan keputusan ini Presiden Tayyip Reccep Erdogan mengembalikan fungsi Aya Sofya menjadi masjid. 

Dokumen kulit rusa itu dibuat oleh Yayasan Fatih Sultan Mehmet II. Dalam piagam kulit rusa itu ditulis fungsi Masjid Aya Sofya tidak boleh diubah. Bahkan disertai kutukan kepada siapa pun yang mengubahnya. 

Sultan Mehmet juga mendirikan dana abadi untuk merawat Masjid Aya Sofya dengan pendapatan tahunan sebesar 14.000 keping emas per tahun. (#)

Penulis/Penyunting Sugeng Purwanto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *