Karakter Literasi Guru, Semoga Baik-Baik Saja

0
Karakter literasi guru tidak bisa ditawar. Itu sudah harga mati. Karakter ini, khususnya menulis, sangat penting dimiliki guru dalam kompetensinya.

Karakter literasi guru (Ilustrasi freepik.com premium)

Karakter literasi guru tidak bisa ditawar. Itu sudah harga mati. Karakter ini, khususnya menulis, sangat penting dimiliki guru dalam kompetensinya.
Karakter literasi guru (Ilustrasi freepik.com premium)

Karakter literasi guru tidak bisa ditawar. Itu sudah harga mati. Karakter ini, khususnya menulis, sangat penting dimiliki guru dalam kompetensinya. Kepala sekolah harus berusaha untuk mendorongnya.

Tagar.co – Karakter ini akan semakin meningkat dan berkembang ketika kepala sekolah memiliki visi, misi, dan komitmen dalam meningkatkannya. Salah satunya dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang dijadikan program unggulan sekolah. 

Melalui peran ini, kepala sekolah bisa memberikan motivasi, semangat, sekaligus apresiasi kepada guru dalam meningkatkan kompetensi keilmuan dalam bidang menulis

Peran kepala sekolah sangat signifikan dalam kemajuan sekolah. Di tangan kepala sekolahlah, arah dan kiblat pendidikan di sekolah bisa diarahkan sekaligus ditentukan sesuai dengan targetnya, terutama terkait dengan kualitas pendidik.

Hal ini sangat beralasan, menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 1: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara  aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dengan pedoman UU ini, maka kepala sekolah memiliki tanggung jawab dalam memimpin suatu lembaga pendidikan formal. Kepemimpinan pendidikan memerlukan perhatian yang utama, karena melalui kepemimpinan yang baik dapat diharapkan akan lahir tenaga-tenaga berkualitas dalam berbagai bidang sebagai pemikir, pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. 

Baca juga: Peradaban, Ketahanan Bangsa, dan Proses Bertumbuh Itu

Kepala sekolah harus mampu memobilisasi sumber daya sekolah, dalam kaitannya dengan perencanaan dan evaluasi program sekolah, pengembangan kurikulum, pembelajaran, pengelolaan ketenagaan, sarana dan sumber belajar, keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat dan penciptaan iklim sekolah. 

Dengan demikian, kepala sekolah sebagai leader harus memiliki beberapa kemampuan yang meliputi kemampuan baik dari segi kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi.

Dalam perspektif Kebijakan Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) edukator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan.

Sebagai manajer, kepala sekolah mampu sekaligus memfasilitasi guru dalam mengembangkan profesinya. Kepala sekolah memberikan kesempatan yang luas kepada guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi, mulai dari IHT, pelatihan eksternal, maupun kegiatan yang memberikan pengembangan diri guna meningkatkan kompetensinya.

Termasuk bagaimana kepala sekolah mampu mendorong dalam peningkatan kemampuan skill guru dalam bidang literasi. Bukan hanya pengetahuan wawasan dalam bidang pedagogik, kemampuan literasi juga dijadikan sebagai program unggulan sekolah dalam meningkatkan kemampuan guru terkait dengan peningkatan kompetensi. 

Kemampuan Literasi Guru

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Kemampuan ini menjadi viral ketika model pembelajaran K13 melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS). 

Dalam gerakan yang melibatkan siswa, program ini bisa dijadikan sebagai kebiasaan serta budaya di lingkungan sekolah bagi guru. Guru diberikan fasilitas dalam mengasah, mengolah, melatih diri dalam berliterasi. Guru dijadikan subjek pembelajaran literasi sehingga mampu memberikan semangat peserta didik dalam mengaplikasikan budaya literasi di lingkungan sekolah.

Dalam meningkatkan kemampuan kompetensi literasi, khususnya menulis, kepala sekolah memiliki komitmen tinggi dalam melejitkan potensi guru. Bukan hanya literasi menulis karya tulis ilmiah, kemampuan menulis artikel, opini, dan berita juga dimasukkan dalam program in house training (IHT) maupun pelatihan eksternal.  

Baca juga: Pro Kontra Sastra Masuk Kurikulum Sekolah

Guru diberikan kesempatan mengikuti pelatihan atau workshop yang dilakukan sekolah secara mandiri di sekolah dalam bentuk IHT maupun yang diselenggarakan instansi terkait di luar sekolah dalam bentuk pelatihan eksternal. Kepala sekolah mampu menangkap peluang kesempatan ini dalam mengapresiasi sekaligus memotivasi guru dalam PKB, khususnya kemampuan menulis. 

Mulyasa (2006) mengatakan budaya dan iklim kerja yang kondusif yang ditunjukkan dalam PKB yang diadakan sekolah ini bisa memotivasi setiap guru untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. 

Pengembangan PKB yang difasilitasi kepala sekolah ini berorientasi karakter pembelajar dalam meningkatkan kemampuan dan kompetensi guru profesional dalam melaksanakan tugas profesinya. 

Bukan sekadar meningkatkan kompetensi guru untuk mencapai standar kompetensi yang ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku, PKB ini mampu menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai penyandang profesi guru sekaligus mampu menunjang pengembangan karier guru. Hal ini lebih bermuara dalam peningkatan mutu pendidikan. 

Hamalik (1990:33) mengatakan dalam mutu yang terkait dengan kriteria instriksik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yaitu manusia yang terdidik sesuai dengan kriteria standar ideal. Program peningkatan profesi guru menjadi salah satu penyangga dalam meningkat mutu guru dalam pelayanan pendidikan yang diberikan sekolah. 

Maka, ketika di sekolah iklim literasi menulis menunjukkan grafik tidak baik-baik saja, karya tulis berupa penelitian guru dan siswa minim, media menulis (majalah, mading, tabloid) stagnan, bahkan ekstrajurnalistik yang mewadai passionsiswa nol. 

Bisa jadi karakter literasi hanya sebagai semboyan, bahkan pajangan, yang hanya dikeluarkan saat akreditasi sekolah. Semata-mata hanya foto dan dokumen yang secara realitas belum berjalan baik-baik saja. Semoga tidak terjadi! (#)

Penulis Ichwan Arif Penyunting Mohammad Nurfatoni

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *