Tagar.co

Home » Ibu Peradaban Itu Bernama Siti Hajar
Ibu Peradaban Itu Bernama Siti Hajar; Oleh Nely Izzatul, Redaktur Telaah Tagar.co

Ibu Peradaban Itu Bernama Siti Hajar

Ibu Peradaban Itu Bernama Siti Hajar; Oleh Nely Izzatul, Redaktur Telaah Tagar.co
Ilustrasi Siti Hajar dan Ismail oleh AI. Ibu Peradaban Itu Bernama Siti Hajar.

Tagar.co – Ibu peradaban layak disematkan kepada Siti Hajar. Perempuan tangguh dengan ketaatan tanpa tapi. Sambil tertatih, ia berlari kecil antara Bukit Safa dan Marwa yang kini menjadi rangkaian dari ibadah haji.

Menurut Ibnu Abbas dalam riwayatnya di Tafsir At-Thabari, tidak banyak perempuan yang menjadi ‘sebab’ lahirnya sebuah ritual ibadah suatu agama, terlebih pada agama yang lahir dalam tradisi patriarki. Tetapi Hajar, ditempatkan Allah secara terhormat. Menjadi catatan sejarah, perempuan juga pejuang yang layak diperhitungkan.

Meskipun tidak dijelaskan secara spesifik nama Hajar di dalam Al-Qur’an–layaknya Maryam–namun banyak riwayat yang menjelaskan tentangnya. Dalam buku Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir, disebutkan nama lengkap Siti Hajar adalah Hajar Al-Qibtiyah Al-Misriyah. Ia merupakan budak suku Qibti dari negeri Mesir, anak dari Raja Maghreb.

Riwayat lain menyatakan, Hajar adalah putri seorang Raja San’a yang negerinya ditaklukkan oleh Raja Mesir yang kejam. Ayahnya dibunuh oleh Firaun yang bernama Dhu l-arsh dan seluruh rakyatnya dijadikan budak, termasuk Hajar. 

Namun karena Hajar masih bagian dari trah bangsawan, sehingga ia dijadikan selir atau pelayan untuk kalangan bangsawan dan bisa mencapai kemakmuran di istana Firaun. Selama menjadi budak, Hajar mendapat perlakuan berbeda dari budak lain karena ia merupakan keturunan dari seorang raja. 

Hajar mendapat pendidikan khusus untuk belajar ilmu serta keterampilan menjadi pelayan raja dan para pembesar kerajaan. Namun Allah menyelamatkan Hajar dari kekejaman Firaun, dengan mengirimkan pasangan suami istri, yakni Ibrahim dan Sarah ke negeri tersebut.

Sejak saat itu, Hajar ikut dalam keluarga Ibrahim, melayani keperluan Sarah, sehingga ia terbebas dari kekejaman Firaun. Begitulah cara Allah membebaskan Hajar, seakan-akan kedatangan Ibrahim dan Sarah ke negeri Mesir adalah untuk menjemput Hajar dan menyelamatkannya. 

Dihibahkan untuk Ibrahim

Setelah cukup lama menikah namun tidak juga dikaruniai seorang anak, Sarah merasa bahwa Allah telah mengharamkan anak baginya. Ia pun mengizinkan Nabi Ibrahim untuk menikah dengan Hajar. Sarah berharap, budaknya tersebut akan mengaruniakan seorang anak. Karena ia menyadari bahwa keberlangsungan risalah kenabian menjadi sesuatu yang penting dan dakwah harus berkesinambungan. 

Kepada Ibrahim, Sarah mengatakan, “Aku melihat Hajar seorang perempuan yang cemerlang. Silakan engkau ambil ia (sebagai istri). Semoga Allah mengaruniakan anak (untukmu) darinya.”

Ibrahim tidak serta merta menerima tawaran itu. Namun dia meminta petunjuk kepada Allah. Dia merasa tidak ingin menyakiti hati Sarah, tetapi ia juga berpikir tentang seorang anak yang akan menjadi penerus dakwah. Akhirnya setelah lama merenung dan mendapatkan petunjuk, pernikahan dengan Hajar pun dilangsungkan. 

Meskipun pernikahan itu terjadi karena usulan Sarah, rupanya perempuan tetaplah perempuan. Sarah merasa terbakar api cemburu. Ia tidak rela melihat kebahagiaan Ibrahim. Lebih-lebih ketika tahu bahwa Hajar diberikan karunia berupa kehamilan. 

Diungsikan di Dekat Baitul Haram

Hajar pun akhirnya diungsikan ke sebuah lembah di dekat rumah Allah yaitu Makkah. Sengaja ia meminta kepada Nabi Ibrahim agar dipilihkan tempat yang tidak terlacak oleh Sarah. Atas perintah Allah, Ibrahim membawa Hajar dan putra yang dikandungnya ke daerah Faran, Makkah. Di sana ia memulai babak baru kehidupan, bersama buah hati tercinta, di sebuah kota yang mulia, yang akan melahirkan peradaban. 

Allah pun mengabadikan tempat tinggal tersebut di dalam Quran Surat Ibrahim 37.

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ 

“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrahim [14]: 37).

Perjalanan Panjang Hajar dan Buah Hati

Pascamelahirkan Ismail, Hajar melakukan perjalanan ribuan kilometer di gurun tandus di tengah terik matahari yang membakar ubun-ubun. Di Makkah itulah, Hajar dan Ismail ditempatkan. Tidak ada siapa-siapa, bahkan sumber mata air pun tidak ada. Ibrahim hanya meninggalkan kantong berisi kurma dan sedikit air. Lalu tanpa sepatah kata, ia meninggalkan Hajar dan Ismail di tempat tersebut. 

“Hendak ke mana engkau ya Ibrahim?” tanya Hajar. Namun tak ada sepatah kata pun jadi jawaban. 

Hajar pun mengulang-ulang pertanyaan itu untuk memastikan. Lantas dia bertanya. “Apakah ini adalah perintah Allah?”

“Ya,” hanya itulah jawaban yang keluar dari mulut Ibrahim dan ia berlalu tanpa menoleh lagi.

Mendapat jawaban itu, terasa lega hati Hajar. Kesedihannya lantas sirna dipenuhi keimanan kepada Allah. Ia percaya bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya. 

Ibu Peradaban di Balik Syariat Kurban

Berkisah tentang sejarah penyembelihan kurban, maka tidak bisa dikesampingkan peran Siti Hajar. Jika bukan karena totalitas keimanannya kepada Allah SWT, tidak mungkin ia tega melihat putra yang dicintai disembelih oleh suaminya sendiri. Tetapi Hajar berbesar hati, bahwa perintah Allah adalah utama. 

Maka pantaslah ibunda dari Nabi Ismail tersebut dijadikan teladan. Seorang perempuan terpilih yang menjadi bagian dari perjalanan sang kekasih Allah (khalilullah) Ibrahim.

Hajar seorang perempuan yang mampu bertahan hidup di tengah keganasan dan kegersangan padang pasir tanpa sosok suami yang mendampingi. Kekuatan itu tumbuh karena sebuah keyakinan dan keimanan pada Allah SWT.

Ibrahim, Hajar, dan Ismail menjadi teladan keluarga yang penuh ketaatan. Menjadi sumber kemuliaan dan kebaikan bagi umat di seluruh alam. Mereka mengajarkan pada kita bahwa pertolongan Allah itu dekat. Bahwa Allah tidak akan memberikan beban kepada hamba-Nya di luar kesanggupan. (#) 

Penulis Nely Izzatul Penyunting Mohammad Nurfatoni

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *