Tagar.co

Home » Kemajuan Indonesia Dimulai dari Keluarga
Kemajuan Indonesia Dimulai dari Keluarga, Opini oleh Mahyuddin Syaifulloh, Guru SMP Muhammadiyah 10 Sidoarjo (Miosi)

Kemajuan Indonesia Dimulai dari Keluarga

Kemajuan Indonesia Dimulai dari Keluarga, Opini oleh Mahyuddin Syaifulloh, Guru SMP Muhammadiyah 10 Sidoarjo (Miosi)
Kemajuan Indonesia Dimulai dari Keluarga (Ilustrais freepik.com)

Kemajuan Indonesia Dimulai dari Keluarga, Opini oleh Mahyuddin Syaifulloh, Guru SMP Muhammadiyah 10 Sidoarjo (Miosi)

Tagar.co – Kemajuan Indonesia dimulai dengan menyembuhkan keluarga-keluarga di Indonesia. Saat ini keluarga-keluarga di Indonesia mengalami berbagai permasalahan, hal ini dibuktikan dengan adanya berita-berita terkait kekerasan di dalam rumah tangga, kasus asusila orang tua terhadap anak, dan angka perceraian yang semakin tinggi dari tahun ke tahun. Terbaru, seperti dikutip Jawa Pos Rabu (12/6/24), ada seorang ibu membuat video asusila dengan anaknya. 

Berdasar data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kasus pengaduan ke KPAI tahun 2023 sebesar 1.800 kasus terkait pemenuhan hak anak (PHA) dan perlindungan khusus anak (PKA). Kelompok PKA indikator korban kejahatan sosial menempati posisi teratas dengan 252 kasus, dilanjutkan dengan anak korban kekerasan fisik dan atau psikis.

Permasalahan dalam keluarga juga disebabkan angka perceraian yang relatif meningkat dari tahun ke tahun. Menurut laporan Badan Pusat Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus pada 2022. Angka ini meningkat 15,31 persen dibandingkan 2021 yang mencapai 447.743 kasus.

Berdasarkan teori Family Instability Theory, ketidakstabilan dalam keluarga, baik melalui perceraian, konflik rumah tangga, atau perubahan-perubahan lainnya, dapat berdampak negatif pada perkembangan anak.

Anak-anak mungkin mengalami ketidakpastian dan kecemasan, yang dapat memengaruhi motivasi dan pencapaian mereka di sekolah. Hal tersebut diperkuat dengan Social Interaction Theory, teori yang menyoroti pentingnya interaksi sosial dalam keluarga terhadap pembentukan identitas anak. Jika interaksi sosial dalam keluarga kurang mendukung atau tidak sehat, anak mungkin kesulitan mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang diperlukan untuk berhasil di lingkungan pendidikan.

Kondisi keluarga yang penuh dengan masalah, tidak selaras dengan pemikiran dengan Nyai Ahmad Dahlan dalam soal pendidikan, yang lebih dikenal dengan istilah Catur Pusat. Mengutip buku 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi—yang diterbitkan oleh Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, tahun 2014, halaman 9—Catur Pusat adalar suatu formula pendidikan yang menyatukan empat komponen.

Yakni pendidikan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, dan pendidikan di lingkungan ibadah, sehingga pendidikan tidak sekadar mengandalkan pendidikan di sekolah, tetapi pendidikan dari empat komponen tersebut harus terpenuhi secara maksimal, pendidikan dalam keluarga menjadi pendidikan awal seorang anak.

Fungsi keluarga harus dikembalikan ke fungsi awal dalam konteks pendidikan. Hal tersebut harus dimulai dari hulu, yaitu saat pranikah. Seseorang sebelum menikah harus mempunyai kesiapan secara ilmu dan psikologi dalam mengarungi kehidupan rumah tangga dan membina generasi masa depan, sesuai dengan teori keberlanjutan hubungan Gottman.

John Gottman, seorang ahli hubungan, mengembangkan teori dan metode penelitiannya yang menyoroti faktor-faktor kunci yang mempengaruhi keberlanjutan hubungan perkawinan. Kesiapan ilmu dan psikologi dalam hal pemahaman pola komunikasi, resolusi konflik, dan pengelolaan emosi dapat membantu pasangan untuk menciptakan hubungan yang sehat dan tahan lama.

Setelah itu, orang tua harus mempunyai kesadaran dalam mendidik anaknya, mempunyai kesadaran bahwa keluarga merupakan salah satu komponen pendidikan, bahwa orang tua menjadi teladan bagi anaknya.

Jean Piaget, dalam teori pengembangan kognitif, menyoroti pentingnya interaksi dengan lingkungan dalam pembentukan kognisi anak. Keluarga, sebagai lingkungan pertama anak, memainkan peran kunci dalam merangsang perkembangan kognitif melalui interaksi, percakapan, dan rangsangan sensorik.

Lebih lanjut orang tua sebagai supervisior dalam pendidikan di lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, danlingkungan ibadah, sesuai dengan komponen catur pusat. Orang tua berperan mengetahui siapa temannya, dengan siapa saja anaknya bergaul, sehingga orang tua lebih mengenali anak. 

Bolehlah Indonesia berharap jika keluarga-keluarga di Indonesia sehat, maka sehatlah Indonesia, majulah pendidikan, majulah Indonesia. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *